Peneliti Indonesia Beda Pendapat Ihwal Vaksin MERS
Editor
Anton William
Jumat, 16 Mei 2014 05:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia berbeda pendapat ihwal pembuatan vaksin untuk melawan virus Middle East respiratory syndrome (MERS). Persoalan kewenangan pembuatan vaksin mengganjal riset penawar virus itu.
Peneliti dari Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor, Djoko Pamungkas, mengatakan tak melakukan penelitian vaksin MERS. Musababnya, dia memaparkan, IPB tidak diikutsertakan dalam pencarian antivirus ini. "Tidak ada kewenangan IPB untuk membuat vaksin," ujarnya saat dihubungi, Kamis, 15 Mei 2014.
Menurut dia, meski memiliki laboratorium penelitian virus, IPB hanya melakukan penelitian untuk penyakit hewan. Virus MERS sendiri, ujar dia, melibatkan manusia sebagai subjek penelitian. Dia menunjuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan sebagai lembaga yang berwenang mencari penangkal virus MERS.
Pendapat berbeda disampaikan peneliti dari Pusat Penyakit Tropis Universitas Airlangga, Surabaya, Chairul Anwar Nidom. Dia mengatakan institusinya memang tak dilibatkan dalam pembuatan vaksin MERS. Namun, dia melanjutkan, hal itu bukan menjadi alasan untuk tidak meneliti antivirus untuk penyakit yang sedang berjangkit di banyak negara di dunia. Peneliti dari Universitas Airlangga, kata dia, tetap menggunakan keahlian mereka dalam memproduksi vaksin. "Dilibatkan atau tidak, kami tetap akan memproduksi vaksin," tuturnya.
Menurut Nidom, pemerintah harus serius menghadapi penyebaran MERS. Dia mengingatkan, selama ini, pemerintah kerap gagal mengatasi penyakit yang menjadikan hewan sebagai perantara. Karena itu, ujar dia, pemerintah dan peneliti harus menyiapkan vaksin sebelum virus MERS masuk dan berkembang di Indonesia.
Balitbangkes, yang menjadi laboratorium rujukan penelitian MERS di Indonesia, hingga kini belum menemukan vaksin MERS. Menurut Kepala Balitbangkes Tjandra Yoga Aditama, pencarian antivirus MERS membutuhkan waktu panjang. Dia mencontohkan antivirus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang tak kunjung ditemukan, meski pernah mewabah sejak awal 2000-an. (Baca: WHO: MERS Masih Dapat Dicegah)
MONIKA PUSPASARI
Berita Pilihan
Setelah Sutan Tersangka, KPK Incar Anggota DPR Lain
Ulama PPP: Prabowo-Hatta Tak Menjual di NU
Pastikan Koalisi, Aburizal Temui Mega Hari Ini
SBY Nilai Pemilu Ideal Terdiri dari Tiga Capres
Plinplan, Anak Syarief Hasan Dimarahi Hakim