Ketua Komisi Perlindungan Anak Nasional, Arist Merdeka Sirait saat memberikan penjelasan tentang keinginan pertemuan anak korban selamat pembunuhan oleh ibu kandungnya sendiri di Mapolres Cimahi, Jawa Barat. Kamis (13/3). Arist datang mendampingi dan menyampaikan pesan untuk disampaikan kepada Kapolres Cimahi, AKBP Erwin Kurniawan dari Fahrul, korban selamat dari aksi pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandungnya. Fahrul ingin bertemu ibunya yang kini ditahan di Polres Cimahi karena rindu. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat 342 kasus kekerasan pada anak terjadi di Jakarta periode Januari-April 2014. Sebanyak 52 persen di antaranya merupakan kejahatan seksual.
Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, dari 52 persen kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi, kebanyakan pelakunya berasal dari lingkungan sekolah. "Tahun ini cukup menakutkan karena terjadinya di sekolah dan pelakunya adalah pengelola sekolah itu ataupun peserta didik," kata Arist kepada Tempo, Sabtu, 10 April 2014. "Dan, Jakarta Timur tetap masih paling rawan." (Baca juga: Cara Mengenal Pelaku Kekerasan Seksual Anak).
Itu artinya, Arist melanjutkan, pihak sekolah bertanggung jawab sepenuhnya atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungannya. "Karena sekolah harusnya menjadi rumah kedua bagi anak yang nyaman dan aman. Jadi, pihak sekolah tidak bisa membiarkan adanya tindak kekerasan di lingkungannya," ujarnya.
Arist mencontohkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Taman Kanak-kanak Jakarta International School (JIS), Jakarta Selatan. "Kalau sudah begitu, sekolah juga bisa dipidana. Sekolah harus bertanggung jawab, termasuk memulihkan trauma korban," tuturnya.
Arist menjelaskan, pada 2013, kasus kekerasan seksual lebih banyak terjadi di lingkungan tempat tinggal. "Kalau tahun lalu, dari sepuluh kasus misalnya, enam kasus itu pelakunya orang dekat atau keluarga," ujarnya. Pada 2013 tercatat ada 666 kasus kekerasan anak terjadi di Jakarta, dengan 68 persennya merupakan kekerasan seksual.