Tafsir Hibah Hadi Poernomo

Reporter

Editor

Alia fathiyah

Selasa, 22 April 2014 09:55 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Dua tarup tegak berhias rumbai-rumbai membikin elok panggung acara. Hari itu, Sabtu, 23 Juli 2005, seratusan orang telah datang untuk acara ini, "peresmian" tiga rumah burung walet di Desa Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Mereka melafalkan salawat dan Yasin, surat dalam Al-Quran.


Duduk di kursi depan Melita Setyawati, istri Hadi Poernomo, Direktur Jenderal Pajak ketika itu, dan anaknya, Ratna Permata Sari. Di samping mereka ada Santi Gina Haryanti, istri Kepala Kantor Wilayah Pajak Bengkulu dan Lampung. Tiba giliran berbicara, Melita meminta doa agar usaha budi daya walet yang dirintisnya berhasil. "Saya nitip sama masyarakat sini untuk menjaga bersama-sama," katanya, seperti ditirukan Bisri, tokoh masyarakat setempat, kepada Tempo dua pekan lalu.


Seusai acara, makanan dihidangkan. Kue ulang tahun Ratna, yang lahir pada tanggal itu, dibagikan. Pulang dari acara, undangan sebagian besar penduduk setempat dan tukang pembuat bangunan rumah walet memperoleh bingkisan besar berisi susu, gula, dan biskuit. "Kami juga diberi uang dalam amplop," kata Widaryanto, penjaga kompleks itu.


Tiga rumah walet baru selesai dibangun. Dua rumah berukuran masing-masing hampir 100 meter persegi dengan tinggi 14 meter. Satu rumah lain lebih luas dengan tinggi kurang lebih sama. Perlu biaya sekitar Rp 1 miliar buat mendirikan tiga bangunan itu. "Saya yang memborong pembangunannya," kata Zaelani, makelar tanah yang cukup kondang di wilayah Pringsewu.


Atas nama Melita, keluarga Hadi Poernomo memiliki enam bidang tanah di daerah itu. Total luasnya satu hektare lebih, terletak di pinggir Jalan Lintas Barat Sumatera Bandar Lampung-Kotaagung. Semuanya kini bernilai sekitar Rp 1 miliar dengan harga pasar tanah Rp 100 ribu per meter persegi.


Advertising
Advertising


<!--more-->



Pada 2004, ketika gedung mulai dibangun, pasar sarang walet cukup menggiurkan. Harganya sekitar Rp 15 juta per kilogram. Namun, hampir lima tahun setelah bangunan berdiri, burung walet ternyata enggan menitikkan liur dan membuat sarang di rumah milik keluarga Hadi itu. Pengurus rumah pun hampir setiap hari memutar suara burung melalui cakram padat, memancing sang walet agar bersedia singgah. "Padahal, gedung-gedung di sekitar sini telah dihuni walet," kata Widaryanto.


Toh, walau tanpa burung walet yang menghuni tiga gedung itu, aset Hadi Poernomo tetap jauh dari nilai yang dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Februari lalu, sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi melaporkan kekayaannya dengan total hampir Rp 38 miliar. Sebagian besar atas nama istrinya, Melita Setyawati, dan menurut Hadi berasal dari hibah.


Dalam daftar kekayaannya, tercantum 28 properti di pelbagai daerah yang dilaporkan bernilai sekitar Rp 36 miliar. Dalam laporan yang sama, terdapat enam bidang tanah di Kabupaten Tanggamus (sebagian wilayahnya kini menjadi Kabupaten Pringsewu) dengan nilai kurang dari Rp 200 juta seperlima nilai harga pasar sekarang. Ini belum termasuk nilai "rumah walet" yang tidak dimasukkan ke laporan.


Dari investigasi Tempo, pencantuman nilai yang lebih kecil daripada nilai sebenarnya merupakan satu dari beberapa kejanggalan dalam laporan kekayaan Hadi. Tempo menemukan pula sejumlah properti atas nama Melita yang sama sekali tidak dilaporkan. Ada juga aset atas nama anak-anak pasangan itu yang lagi-lagi tidak dimasukkan ke laporan.


Satu keanehan, hampir semua kekayaan Hadi disebutkan bersumber dari hibah. Padahal, Tempo memperoleh akta jual-beli serta kesaksian yang berkaitan dengan proses transaksi pada sejumlah aset keluarga itu. Hanya ada satu akta hibah, yang dibuat untuk penyerahan empat aset sekaligus dari Raden Abdul Hadi Noto Sentoso, ayah Hadi Poernomo.



<!--more-->



Hadi tiga kali melaporkan kekayaannya: pada 2001, di awal dia menjabat Direktur Jenderal Pajak, lalu setelah meninggalkan posisi itu lima tahun kemudian, dan terakhir pada Februari 2010. Dibanding laporan 2006, ada penambahan satu harta pada laporan terakhir, yakni tanah kaveling BRI di Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, yang dibeli pada 2008.


Meski awalnya atas nama Soeprapti, Hadi ikut aktif dalam pembelian tanah ini. Menurut Thayeb, makelar yang dulu membantu pembelian, Hadi datang sendiri membayar tanah itu. "Dia membayar tunai. Uangnya dibawa dengan kardus," ujarnya. "Saya waktu itu kebagian dua setengah persen sebagai makelar." Tanah di Sawangan telah berkembang, lebih luas daripada yang dilaporkan.


Hadi juga gencar memburu tanah di Kembangan, Jakarta Barat, dan giat mengembangkan tanah di wilayah ini. Dalam laporan kekayaannya, Hadi mencantumkan dua bidang tanah berukuran 2.900 dan 1.000 meter persegi di sini berasal dari hibah. Namun, dari penelusuran tim investigasi majalah ini, tanah pertama dibeli pada 25 Juni 1985 dari tanah girik. Tanah kedua dibeli pada 2 Juli 1993 dari Tirto Tedjomoeljono dan Nyonya Sumarlena Sandjaya.


Satu bidang lagi tanah seluas 429 meter persegi dengan bangunan rumah 326 meter persegi terletak di Jalan Kembangan Raya 10. Dalam laporannya, Hadi menyebutkan harta ini hibah dan hasil sendiri. Dari salinan akta jual-beli, Tempo melihat tanah itu dibeli dari pemilik sebelumnya atas nama Djaleha pada 2 Agustus 2004.


Ketika menyusuri Kembangan Utara akhir bulan lalu (Mei 2010), Tempo menemukan 1,5 hektare tanah kosong di Jalan Masjid At-Taqwa. "Semua orang tahu tanah ini punya orang Pajak, namanya Hadi Poernomo," kata seorang penduduk setempat. Tanah ini tidak tercantum dalam laporan kekayaan Hadi. Namun, Tempo menemukan bukti. Setidaknya ada 29 bidang tanah di situ yang pajak bumi dan bangunannya dibayar keluarga Hadi Poernomo.


Bagaikan "desa mengepung kota", Hadi juga mengembangkan aset tanahnya di arah timur Jakarta. Di Desa Serang, Kota Bekasi, keluarga itu memiliki tiga bidang tanah atas nama Melita. Luas tanahnya sesuai dengan daftar pada laporan. Namun, di atasnya kini telah dibangun rumah-rumah kecil yang di sewakan kepada pusat industri di Cikarang Selatan.


Kepada Tempo yang mewawancarainya, Hadi Poernomo mengakui memiliki aset yang tidak dilaporkannya itu. Namun, menurut dia, aset-aset itu telah dihibahkan kepada anak-anaknya. Ketika diminta menunjukkan akta atau bukti hibahnya, ia berkilah, "Pokoknya ada. Nanti saya buktikan ke pihak lain."


Kekayaan Hadi "menurun" ke anak-anaknya. Pada usia 31 tahun, Muliawan, anak kedua Hadi, membeli rumah krem di Jalan Tulodong Atas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dengan status "mahasiswa", empat tahun lalu, Muliawan mendapatkan rumah di atas tanah 319 meter persegi itu senilai Rp 961 juta.


Selama tiga tahun terakhir, rumah ini menjadi kantor PT Roda Drilling, perusahaan yang bergerak di pengeboran minyak. Joko, penjaga rumah, membenarkan bahwa Muliawan pemilik properti itu. "Beliau suka datang, terakhir dua pekan lalu," katanya dua pekan lalu. (Baca: Selusur Hadi Poernomo)



MAJALAH TEMPO


Berita Lain:
PNS Ini Punya Rekening Rp 1,3 T, Darimana Asalnya?
Money Changer, Usaha Samaran PNS Pemilik Duit 1,3 T
KPK Tetapkan Hadi Poernomo sebagai Tersangka
TNI AD Beli 20 Helikopter dari Amerika Serikat

Berita terkait

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

3 hari lalu

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.

Baca Selengkapnya

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

33 hari lalu

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.

Baca Selengkapnya

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

36 hari lalu

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

Penggunaan meterai palsu secara marak bisa mengganggu sistem pajak dan merugikan negara

Baca Selengkapnya

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

44 hari lalu

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.

Baca Selengkapnya

Sederet Tersangka Kasus Korupsi Lolos Setelah Praperadilan Termasuk Budi Gunawan, Terbaru Eddy Hiariej

1 Februari 2024

Sederet Tersangka Kasus Korupsi Lolos Setelah Praperadilan Termasuk Budi Gunawan, Terbaru Eddy Hiariej

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadila eks Wamenkumham Eddy Hiariej atas penetapannya sebagai tersangka

Baca Selengkapnya

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

5 Januari 2024

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.

Baca Selengkapnya

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

29 November 2023

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

Setelah tanggal 31 Desember 2023, masyarakat menggunakan NIK untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Begini caranya jadi NPWP

Baca Selengkapnya

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

29 November 2023

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

Kemenkeu akan segera menerapkan kebijakan NIK jadi NPWP secara penuh pada pertengahan 2024. Berikut cara cek NIK yang sudah tertintegrasi dengan NPWP.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

8 November 2023

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

Memadankan NIK-NPWP dilakukan paling lambat Desember 2023. Begini caranya.

Baca Selengkapnya

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

27 Oktober 2023

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

DJP memastikan bahwa kerahasiaan data yang berkaitan dengan wajib pajak akan terjaga saat skema prepopulated diterapkan.

Baca Selengkapnya