Menghadang Tebaran Kuman TBC yang Kian Mengancam

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Sabtu, 5 April 2014 12:15 WIB

TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Jakarta - Titik Yulianti tersenyum lebar. Perempuan 25 tahun ini tak bisa menyembunyikan kegirangannya saat ditanya perihal pengobatan penyakit tuberkulosisnya. "Sekarang sudah sehat dong, sudah bersih sejak dua bulan lalu," katanya di Banyumas, Jawa Tengah, Jumat, 4 April 2014.

Bergulat setengah tahun lebih dengan penyakitnya batuknya itu, ia akhirnya dinyatakan sembuh oleh dokter. Titik merupakan korban kuman Mycobacterium tuberculosis ketiga di komplek rumahnya di Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah. Sebelumnya, kakaknya, Puji Sarono, juga mengalami penyakit serupa.

Puji baru sembuh setelah menjalani pengobatan intensif tuberkulosis selama 6 bulan. Penderita lainnya adalah Sono, tetangga depan rumah mereka yang telah dua tahun lebih mengidap penyakit itu. Dari ketiganya, hanya Sono belum juga membaik. (Baca: Bakteri Tuberkulosis Mati karena Vitamin C).

Sono menolak menjalani pengobatan karena obat yang diberikan petugas medis membuatnya mual. "Sudah didatangi orang rumah sakit, tapi tetap saja bandel," kata Titik. Takut tertular, kini tetangga memilih tak mendekati Sono.

Tuberkulosis, atau disebut dengan TB, merupakan penyakit yang ditularkan melalui udara. Kuman TB dikeluarkan percikan dahak penderita lewat batuk, bersin, meludah, atau berbicara. Jika terjangkit penyakit ini, gejala awalnya berupa batuk berdahak lebih dari tiga minggu, nyeri dada, nafsu makan kurang, dan berat badan melorot.

<!--more-->


Kepala Pengendalian TB Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Jakarta, Zulkifli Amin, mengibaratkan penderita TB yang tak diobati seperti Sono ibarat penebar paku di jalanan. Soalnya, orang yang menghirup kuman yang berasal darinya akan tertular. "Secara teori satu penderita TB yang tak diobati akan menular kepada 12-20 orang," katanya.


Zulkifli membenarkan obat TB membuat pasien menjadi mual dan alergi. Namun, pengobatannya tak boleh berhenti. Jika berhenti, pasien bisa resitensi atau kebal terhadap obat. "Makanya perlu pendamping untuk mengingatkan agar minum obatnya tidak berhenti."

Zulkifli mengatakan pasien yang sudah resisten terhadap obat lini pertama ini harus menjalani pengobatan lini kedua. Namun, pengobatan tersebut membutuhkan ongkos yang lebih mahal. Angka kematiannya pun menjadi lebih tinggi. (Baca juga: Susahnya Memerangi “Koch Pulmonam”).

"Begitu dia resisten dan patuh berobat, biasanya dua tahun kemudian dia meninggal," ujarnya. Zulkifli berharap pemerintah bisa menganggarkan dana untuk menyediakan pekerja sosial yang menjadi pendamping pasien dalam pengobatan itu.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga mengatakan TB memang masih menjadi salah satu penyakit terbanyak yang membunuh masyarakat. Berdasarkan data 2010, dari 100 ribu penduduk, 297 di antaranya menderita TB.

Sebanyak 90 persen penderita TB tersebut dapat diobati. Sisanya, atau sekitar 27 dari 100 ribu penduduk meninggal karena penyakit ini. Diperkirakan, sebanyak 670 ribu orang meninggal saban tahun karena TB atau sekitar 186 orang setiap hari.

NUR ALFIYAH

Berita terkait

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

2 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

4 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

7 hari lalu

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

Kementerian Kesehatan membantu warga terdampak Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara dengan penyediaan masker.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

8 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

18 hari lalu

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

Kementerian Kesehatan mencatat hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak ditemui di Pos Kesehatan Mudik Idulfitri 1445 H/2024 M.

Baca Selengkapnya

Ciri-ciri Batuk TBC Menurut Dokter

26 hari lalu

Ciri-ciri Batuk TBC Menurut Dokter

Dokter menjelaskan batuk berkepanjangan selama dua minggu atau lebih adalah gejala utama TBC, waspadalah.

Baca Selengkapnya

Penyebab Target Elimisasi TBC Sulit Terealisasi pada 2030

28 hari lalu

Penyebab Target Elimisasi TBC Sulit Terealisasi pada 2030

Pasien TB mengalami siklus panjang dalam pengobatan. Sehingga target eliminasi TB pada 2030 sulit diwujudkan

Baca Selengkapnya

Percepat Target Eliminasi TBC 2030, Kemenko PMK Luku Pedoman Mitra Penanggulangan TBCncurkan Bu

28 hari lalu

Percepat Target Eliminasi TBC 2030, Kemenko PMK Luku Pedoman Mitra Penanggulangan TBCncurkan Bu

Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia setelah India dengan estimasi 969.000 kasus.

Baca Selengkapnya

USAID Bantu Berikan Terapi Pencegahan TBC di Indonesia

34 hari lalu

USAID Bantu Berikan Terapi Pencegahan TBC di Indonesia

USAID memberikan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) kepada 145.070 orang di Indonesia, untuk mempercepat akses pengobatan preventif melawan TBC

Baca Selengkapnya

Alasan Pengobatan TBC pada Anak Harus Tuntas

34 hari lalu

Alasan Pengobatan TBC pada Anak Harus Tuntas

Anak penderita TBC harus menjalani pengobatan sampai tuntas agar bakteri penyebab infeksi bisa dibasmi sampai habis.

Baca Selengkapnya