Seorang aktivis perempuan pura-pura digantung saat mengikuti aksi solidaritas untuk Satinah di Jalan Pahlawan, Semarang (28/3). TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyatakan pemerintah tak akan mengeluarkan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia. Kebijakan ini tetap diteruskan meskipun pemerintah terus mendapat desakan agar membayar diyat dan membebaskan TKI yang mendapat masalah hukum.
"Jumlah yang melakukan tindakan kriminal sangat sedikit dibandingkan dengan total seluruh tenaga kerja yang ke sana," kata Agung di kantornya, Jumat, 28 Maret 2014. Ia menilai tidak fair jika karena ulah segelintir TKI maka pemerintah memberlakukan moratorium. (Baca: Satinah Mengaku Pasrah Jalani Hukuman Pancung).
Ia menegaskan, langkah yang dinilai lebih tepat adalah pembenahan di sektor hulu, yaitu proses rekrutmen calon TKI dan pelatihan. Selain itu, pemerintah juga berupaya menyelesaikan masalah TKI dengan membangun banyak lapangan pekerjaan. (Baca: Jokowi Ikut Saweran untuk Satinah).
Salah satu kebijakan yang berefek pada tersedianya lapangan pekerjaan adalah penghentian ekspor bahan mentah. Kebijakan ini membuka lapangan pekerjaan untuk mengolah bahan mentah di dalam negeri. "Perusahaan TKI pada umumnya sudah mendapat bimbingan optimal, tapi masih ada saja penyelundupan." (Baca: Isi Surat Satinah: Minta Doa).
Salah satu masalah TKI yang menjadi sorotan masyarakat dan pemerintah adalah hukuman pancung bagi Satinah binti Jumadi Ahmad di Arab Saudi. Satinah bekerja sebagai penata laksana rumah tangga di Al Gaseem, Arab Saudi. Ia mendapat vonis qisas dari Pengadilan Arab Saudi pada 13 September 2011.
Satinah dihukum atas pembunuhan dan pencurian barang majikannya, Nurah Al Garib, pada 2007. Ia dapat menghindar dari hukuman pancung jika mampu membayar diyat sebesar 7 juta riyal atau Rp 21 miliar. Pemerintah sendiri hingga kini baru mengumpulkan dana 4 juta riyal atau sekitar Rp 12 miliar. (Baca pula: Cara SBY Selamatkan Satinah dari Hukuman Mati).