'Jalan Tikus' Nusakambangan, Celah Napi Kabur
Editor
Yandi M rofiyandi TNR
Jumat, 29 November 2013 05:05 WIB
TEMPO.CO, Nusakambanngan - Tiga narapidana Nusakambangan berhasil kabur hanya dalam dua pekan. Selain Ahmad Yusuf yang berhasil kabur dan menyeberang pulau, kini dua narapidana yang bernama Harun dan Suhardi juga berhasil kabur dari penjara yang awalnya dibangun oleh Belanda itu.
"Saat ini, sedikitnya ada 27 'jalan tikus' menuju Nusakambangan," kata Thomas Heri Wahyono, pelopor reboisasi hutan mangrove yang tinggal di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, pada Kamis, 28 September 2013.
Ia tinggal di dekat kawasan penjara Nusakambangan. "Jalan tikus" tersebut, kata Thomas, dibuat oleh pembalak liar dan perambah hutan. Hutan Nusakambangan dikenal relatif masih alami, dan merupakan satu-satunya hutan dataran rendah yang masih terjaga. Ada sekitar 22 macan tutul yang menghuni pulau itu.
Menurut dia, perambah hutan dan pencuri kayu membuat dermaga kecil untuk meloloskan kayu hasil curian ke Ciamis, Jawa Barat. Dermaga ini seringkali ditutup rerimbunan pohon mangrove sebagai kamuflase.
Nusakambangan, pulau seluas 210 kilometer persegi, memiliki tujuh unit penjara dan dikhususkan bagi narapidana dengan hukuman rata-rata di atas 20 tahun. Topografi pulau yang dikelilingi hutan belantara lebat dan dipisahkan dengan wilayah darat oleh Laguna Segara Anakan membuat pulau itu awalnya cukup terisolasi.
Beberapa dermaga yang belakangan muncul yakni berada di daerah Selok Landak, Indralaya, Jongorasu, Kalijati, Solokjero, Karanglenang, Batukolong, Legok, Nusajaten, dan Solokbuntu. Namun ada juga yang berada di sekitar areal penjara, seperti di belakang LP Batu dan sekitar LP Permisan.
Berdasarkan penelusuran Tempo, dermaga ilegal yang paling banyak terdapat di Nusakambangan barat. Daerah tersebut berbatasan dengan Laguna Segara Anakan yang kini semakin dangkal saja karena sedimentasi Sungai Citanduy.
Dari muara Segara Anakan atau yang dikenal dengan Plawangan Barat, bisa langsung menyeberang ke Pantai Pangandaran, Ciamis. Di daerah itu juga ada dermaga Majingklak, yang bisa langsung diakses ke jalan raya menuju Bandung-Purwokerto.
Di ujung Nusakambangan sebelah barat, terlihat hutan yang mulai gundul dan tergantikan ladang pertanian. Gubuk nonpermanen juga banyak dibangun di daerah itu.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jateng, Hermawan Yunianto, beberapa waktu lalu mengatakan, banyaknya dermaga membuat narapidana mudah kabur. "Kami sudah berulangkali menertibkan perambah liar," katanya.
Hanya saja, karena keterbatasan personel, mereka tak setiap saat bisa menertibkan perambah liar.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Cilacap Ditiasa Pradipta mengatakan, dalam setahun terakhir, Satpol sudah membakar sedikitnya 100 gubug liar di sekitar kawasan Nusakambangan bagian barat. "Mereka datang sejak 10 tahun terakhir," katanya.
Ia mengatakan, anggotanya kesulitan melakukan penertiban karena jauhnya lokasi. Dari dermaga resmi, yakni dermaga Sodong di Cilacap, waktu tempuh mencapai 3,5 jam.
Data Pemkab Cilacap menyebutkan, penjarahan kayu dan penebangan liar di hutan Nusakambangan menyebabkan 5.000 hektare rusak parah, dari total luas hutan sekitar 12.000 hektare. Angka penebangan liar pun terbilang tinggi, mencapai 12.480 batang per tahun.
ARIS ANDRIANTO
Berita populer:
Wah, Pengemis di Pancoran Dapat 25 Juta Dua Pekan
Ini Motif Walang, Si Pengemis Tajir
Jokowi Ngopi Bareng Tommy Soeharto
Emboli, Si Pembunuh Ibu Melahirkan