TEMPO Interaktif, Boyolali: Komisi Organisasi yang membahas perubahan AD/ART Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar ke-31 di Asrama Haji Donohudan Boyolali didesak bersikap tegas terhadap pengurus NU yang memiliki jabatan politik. Sikap tegas itu ditunjukkan dengan mengubah pasal 46 ayat 3 draf AD/ART menjadi "Jika pengurus harian NU mencalonkan diri dan atau dicalokan untuk mendapatkan dan atau terlibat dalam jabatan politik maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatan tersebut". Usulan yang disampaikan empat badan otonom NU ini jauh lebih tegas daripada yang tercantum dalam draf tatib yang disusun komite pengawas Muktamar.Selain itu, pernyataan sikap keempat badan otonom NU, masing-masing GP Anshor, Fatayat, IPNU dan IPPNU itu juga mendesak penghapusan sejumlah pasal yang mengatur badan-badan otonomi di dalam rancangan AD/ART. Pasal tersebut adalah Pasal 17 ayat 4,5,6,7 dan 8 serta pasal 46 ayat 4. Pasal-pasal tersebut memberikan kewenangan besar bagi PB NU untuk ikut campur tangan rumah tangga badan otonom. "Selain itu juga pasal 17 ayat 1, ayat 10 dan pasal 18 juga harus diubah," tulis pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Enceng Sobirin (Anshor), Maria Ulfah Anshori (Fatayat), Mujtahidur Ridho (IPNU) dan Siti Soraya Devi (IPPNU).Sidang komisi organisasi yang dipimpin Rozy Munir, KH Hafidz Usman dan KH Masykuri Abdullah Selasa (30/11) diperkirakan bakal berlangsung alot. Hal itu dikarenakan adanya sejumlah pasal yang akan menjadi dasar untuk membahas tata tertib pemilihan Rais Aam dan ketua umum PB NU. Pada rapat pleno I sebelumnya disepakati dua pasal penting mengenai pemilihan Rais Aam dan ketua tanfidz menunggu hasil perubahan AD/ART. Di dalam AD/ART sebelumnya, Rais Aam, wakil Rais Aam dan ketua umum dipilih langsung muktamirin dan oleh komite pengawas. Sekarang, ketentuan tersebut diubah, hanya Rais Aam dan ketua umum saja yang dipilih langsung. "Untuk wakil Rais Aam cukup ditunjuk Rais Aam terpilih," kata Rozy Munir.Sementara itu, menjelang sidang komisi beredar selebaran dari kelompok yang menamakan diri Forum Peduli Ahlussunah Wal Jamaah yang mendesak muktamirin dalam komisi organisasi untuk menyiapkan aturan yang membatasi ruang gerak Jaringan Islam Liberal (JIL) dan kalangan Islam Syiah. Selebaran tersebut dipasang di tempat-tempat menyolok seperti pintu masuk ruang Musdhalifah yang menjadi tempat sidang komisi organisasi. Imron Rosyid - Tempo