Pukat UGM: Pecat Akil Mochtar dari Ketua MK

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Kamis, 3 Oktober 2013 20:00 WIB

Akil Mochtar saat mengikuti pemilihan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta (3/4). Ketua MK yang baru dilantik Agustus lalu ini sering mengeluarkan pernyataan keras tentang korupsi sebelum tertangkap KPK pada (2/10). TEMPO/Seto Wardhana.

TEMPO.CO, Yogyakarta - Aktivis yang tergabung dalam Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta mendesak Mahkamah Konstitusi menggandeng KPK untuk membersihkan lembaga ini dari oknum korup. Zainur Rohman, aktivis JAK Yogyakarta menyatakan operasi tangkap tangan KPK, yang menciduk Ketua MK, Akil Mochtar, karena diduga menerima suap di rumah dinasnya pada Rabu malam kemarin, merupakan tamparan telak bagi MK. "Padahal selama ini MK dianggap publik lembaga tinggi negara bersih seperti KPK," kata Rohman saat menggelar jumpa pers di Sekretariat Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM pada Kamis, 3 Oktober 2013.

Rohman mengatakan respon MK untuk membantu KPK menjerat seluruh pihak yang terkait dengan dugaan suap persidangan kasus Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, ini penting agar kredilitas institusi MK tidak terpuruk. Kata dia dukungan MK itu untuk menjaga kepercayaan publik agara kasus ini tidak mendorong wacana delegitimasi MK sebagai lembaga tinggi negara dengan peran strategis. "MK harus mengembalikan kepercayaan publik," kata dia.

Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zaenal Arifin Mochtar mendesak Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MKH MK) segera memutuskan pemberhentian Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Menurut Zaenal penangkapan Akil di rumah dinasnya dalam Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semalam sudah cukup menjadi alasan pemberhentiannya. "Tidak perlu menunggu statusnya menjadi tersangka," kata Zaenal.


Ia mengatakan semestinya MKH MK segera bekerja untuk membahas keputusan mengenai nasib Akil di MK sejak hari ini. "Kalau belum, harus segera dibentuk (MKH) dan mengambil keputusan tegas," ujar dia.

Menurut Zaenal semakin cepat MKH MK mengambil keputusan mengenai pemberhentian Akil akan berakibat positif bagi citra MK di depan publik. "Tidak perlu menunggu proses hukum (Status Akil masih terperiksa di KPK). Karena dia (Akil) patut diduga melakukan pelanggaran etik," ujar dia.

Zaenal menambahkan kasus dugaan penerimaan suap yang membelit Akil perlu mendapatkan penyikapan secara tepat dari MK. Menurut dia Mahkamah harus terbuka pada publik dengan menjelaskan secara transparan hasil penyelidikan internal pada kasus ini. "Termasuk bagaimana nasib kasus Pilkada Kabupaten Gunung Mas," kata dia.

Zaenal juga khawatir penangkapan Akil akan mencoreng kredibilitas MK yang selama ini terkenal sebagai salah satu lembaga negara yang bersih. Menurut dia pertimbangan ini seharusnya mendorong MK mengambil sikap konstruktif, dan bukan malah reaktif, untuk membantu KPK menuntaskan kasus ini. "Tangkap tikusnya, tapi jangan bakar lumbungnya," kata Zaenal.

Penangkapan Akil, menurut Zaenal memberikan pelajaran penting mengenai perlunya pelembagaan instrumen pengawasan internal yang ketat di lembaga negara dengan posisi strategis seperti MK. Selain itu, konsep seleksi hakim Mahkamah juga penting dikaji ulang agar tidak mudah diisi oleh ahli tata negara yang tidak memiliki profesionalitas dan integritas.

"Sebelum kasus ini, banyak kasus lain sudah mencuat di MK dan tidak jelas ujungnya." Makanya, dia melanjutkan "Jangan hanya karena mantan anggota DPR atau dekat dengan presiden diangkat jadi hakim MK," ujar dia.

Pakar tata negara Fakultas Hukum UMY, Iwan Satriawan, mengkritik proses seleksi hakim MK yang memberikan peluang masuknya politisi ke lembaga tinggi negara. Kata dia Akil dan satu tersangka lain, CN, berasal dari partai yang sama, Golkar, sehingga memperkuat dugaan relasi politik menjadi pemicu suap. "Selama ini hanya mengisi pernyataan tidak aktif di partai, sementara Akil menjadi calon hakim MK setelah pensiun dari status anggota DPR dari Golkar 1999 sampai 2009," kata dia.

Menurut Iwan, idealnya calon hakim MK bukan berasal dari partai politik. Atau, dia melanjutkan, ada jeda lama antara waktu pencalonannya menjadi hakim MK dengan aktivitas di partai. "Idealnya sudah berhenti selama lima tahun dari aktivitas politik," kata dia.

Dia berpendapat penangkapan ketua MK merupakan penanda masih kelamnya jejak reformasi hukum di Indonesia. Kata dia, apabila tidak direspon secara konstruktif oleh internal MK dan tidak ada perbaikan dalam proses rekrutmen calon hakim, kasus ini bisa membuat lembaga ini makin terpuruk reputasinya. "Ini hook telak bagi MK, apalagi kalau ada kasus lainnya muncul," ujar dia.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Berita terkait

Babak Baru Konflik KPK

2 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

2 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

3 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

4 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

7 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

12 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

2 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya