25 imigran gelap diamankan petugas kantor imigrasi kota Tangerang, Banten, Rabu (11/9). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Batam - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam, Kepulauan Riau, berupaya mendekati warga pesisir untuk mensosialisasikan soal bahaya "pelabuhan tikus". Pelabuhan ilegal ini diduga menjadi pintu masuk bagi warga negara asing dan barang tak resmi ke wilayah Indonesia.
"Bagaimana kalau teroris masuk atau penyakit masuk," kata petugas pelaksana harian Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam, Rafli, Selasa, 24 September 2013.
Rafli mengatakan sosialisasi ini telah dilaksanakan pada Juli lalu di daerah Teluk Mata Ikan. Menurut dia, upaya pemberitahuan ini juga akan dilanjutkan pada Oktober mendatang di Kampung Jabi. "Kita akan sosialisasi di kampung yang berbeda-beda secara bertahap, terutama di kampung yang diprioritaskan," kata Rafli. (Baca di sini: Ratusan Pelabuhan Tikus Beroperasi di Riau)
Ia berharap masyarakat akan membantu Imigrasi untuk menolak kedatangan pada warga negara asing yang masuk lewat jalur tersebut. Rafli mengatakan tak mudah membersihkan pelabuhan ilegal. Sebab, masyarakat sendiri merasa diuntungkan dengan keberadaan jalur ilegal tersebut. Mereka bisa mendapatkan penghasilan dengan menyewakan kapal untuk mengangkut para pendatang, atau menjual makanan.
Menurut Rafli, paling tidak di Batam ada sekitar 50 "pelabuhan tikus". Pelabuhan ini sebenarnya merupakan tempat bersandar kapal tradisional milik penduduk setempat yang menjadi nelayan. Lantaran minimnya pengawasan di daerah perairan, pelabuhan ini kerap menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal yang mengangkut imigran gelap untuk menghindari pemeriksaan imigrasi maupun kapal yang membawa barang ilegal.
Kantor Imigrasi Batam sendiri telah memiliki tujuh tempat pemeriksaan imigrasi resmi di pelabuhan. Yakni, di pelabuhan Sekupang, Marina City, Harbour Bay, Batam Center, Nongsa, Batu Ampar, dan pelabuhan Kabil. Dua pelabuhan terakhir dikhususkan untuk barang.