Brigjen Pol Basaria Panjaitan (baju warna biru) berpose bersama sejumlah Polisi Wanita saat merayakan peringatan HUT polwan ke-65 di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, (30/08). Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Aboe Bakar al-Habsy, meminta Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo mengizinkan polisi wanita atau polwan menggenakan busana muslim, terutama jilbab.
Timur juga diminta merevisi Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol Skep/702/IX/2005 tentang penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri yang tidak bisa memakai jilbab. "Busana muslimah menjadi perhatian di institusi Polri," kata Aboe dalam rapat kerja bersama Kepolisian di kompleks parlemen Senayan, Senin, 16 September 2013.
Menurut dia, meski Kapolri mengizinkan penggunaan jilbab, tapi peraturan tahun 2005 tersebut masih menghambat hak polwan untuk mengenakan busana muslim.
Senada dengan Aboe, anggota Fraksi dari Partai Persatuan Pembangunan Ahmad Yani mengatakan surat keputusan itu harus diganti. Dia beralasan, negara di luar yang tidak berazaskan Pancasila, polisi wanita boleh menggunakan jilbab. "Apalagi Indonesia, harusnya memberikan peluang untuk berjilbab," kata Yani.
Dia mengatakan aturan itu bertentangan dengan Pasal 28 E ayat 1 dan 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Seharusnya Timur, kata dia, membuat aturan yang merujuk konstitusi dalam rangka menjalankan keyakinan.
Sampai saat ini, Mabes Polri belum mengeluarkan keputusan tertulis soal pemberian izin pemakaian jilbab kepada polisi wanita. Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol Skep/702/IX/2005 membahas mengenai Standar Operational Prosedur untuk seragam yang harus dipakai.