TEMPO.CO, Surabaya - Pakar komunikasi politik Universitas Airlangga, Henry Subiakto, mengatakan media nasional cenderung mempunyai cara pandang berbeda menyikapi konstelasi pemilihan Gubernur Jawa Timur 2013.
Dia melihat, media nasional yang berbasis di Jakarta condong mengangkat sosok Khofifah Indar Parawansa-Herman S. Sumawiredja (BerKaH) ketimbang pasangan calon lainnya. Media nasional, kata Henry, cenderung menjadikan para pengamat politik di Jakarta sebagai nara sumber berita untuk kejadian politik di daerah. "Seandainya Pilkada Jatim dilaksanakan di Jakarta, mungkin Khofifah bisa menang," kata dia kepada Tempo di Surabaya, Senin 26 Agustus 2013.
Kelirunya lagi, para pengamat politik di ibu kota hanya melihat sosok Khofifah sebagai "korban" manipulasi yang seolah dilakukan pasangan KarSa. Adapun pengamat politik di Jawa Timur melihat sebaliknya. Khofifah, ujarnya, dianggap tidak cermat dalam hal administrasi dan kurang serius menyiapkan pencalonannya.
Disinggung media nasional yang dimaksud, Henry enggan membukanya. Pria yang juga menjabat staf ahli bidang komunikasi dan media massa Kementerian Komunikasi dan Informatika ini mengatakan, "Jadi bukan korban KarSa."
Henry melihat, kompetisi politik di Jawa Timur logikanya tidak seperti yang digambarkan para aktivis atau pengamat di Jakarta. Orang Jawa Timur lebih melihat realitas yang mereka rasakan selama lima tahun memimpin.
Karena itu, kejadian politik di daerah seharusnya lebih baik menggunakan pendapat dari pengamat yang tinggal di daerah yang bersangkutan. Apakah ada keberpihakan media nasional kepada salah satu pasangan calon, lagi-lagi ia membisu.
Cerita Khofifah Kalah 2 Kali di Pilgub Jatim, Sebut Tak Pernah Usik Rival
3 hari lalu
Cerita Khofifah Kalah 2 Kali di Pilgub Jatim, Sebut Tak Pernah Usik Rival
Khofifah Indar Parawansa bercerita saat dirinya kalah dua kali di Pilgub Jatim. Meskipun kalah, dia mengaku tak pernah mengusik kemenangan rival politiknya.
