Sejumlah demonstran menuntun sepeda motor mereka saat mengadakan aksi tolak kenaikan BBM di bundaran Gladag, Solo (17/6). Aksi tersebut menggambarkan penderitaan masyarakat kecil jika pemerintah jadi menaikkan harga BBM. Tempo/Andry Prasetyo
TEMPO.CO, Pare-Pare - Dampak rencana kenaikan bahan bakar minyak terhadap pemilik kendaraan mulai terlihat, Senin, 17 Juni 2013. Misalnya saja di sejumlah pom bensin pada Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Di pom bensin Kilometer 3 Kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung Kota Pare-Pare, antrean panjang terjadi sejak pagi hingga siang. Seorang pengantre adalah Muhammad Idris, supir truk asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
"Saya antre sejak pagi," kata Idris. "Karena khawatir tidak kebagian, apalagi harga BBM akan dinaikan." Meski mengantre sejak pagi, ia kalah cepat ketimbang pengemudi lainnya. Ketika sampai di pom bensin, kata Idris, puluhan kendaraan sudah mengatre.
Pada Ahad, 16 Juni 2013, ratusan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Pare-Pare sudah turun ke jalan. Mereka berorasi menolak rencana kenaikan harga BBM. Selain itu, mahasiswa juga mengajak masyarakat untuk membubuhkan tanda tangan penolakan kenaikan harga BBM. Seperti yang terjadi di Jalan Jenderal Achmad Yani KM 6 Pare-Pare.
Kata Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Jamading, pemerintah tidak memiliki landasan moral yang cukup kuat untuk menaikan harga BBM. Alasannya, pemerintah hanya menuntut masyarakat mengencangkan ikat pinggang melalui penaikan harga BBM. Namun di sisi lain, banyak pejabat negara yang masih terlibat korupsi.
"Pencabutan subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah dialihkan ke pembangunan infrastruktur," kata Jamading. "Tapi kenyataannya, pembangunan itu telah dibiayai Perusahaan Keuangan Internasional melalui Public Private Partnership."