Anggrek ini maskot Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan. Menurut Toni, anggrek bernama ilmiah Paphiopedillum glaucophyllum itu dikenal juga dengan nama anggrek kantong atau anggrek kasut berbulu. Anggrek selop mirip dengan anggrek varietas mouquetianum yang endemik Jawa Barat. Anggrek selop diburu karena bentuknya yang unik, menyerupai kantong semar atau alas kaki wanita, serta gampang diambil para pemburu karena tumbuh di permukaan tanah.
Penyebaran anggrek selop terbanyak di sisi selatan Gunung Semeru. Anggrek selop kini hanya bisa dijumpai di tebing-tebing tinggi yang sulit dijangkau pemburu anggrek. Toni mengatakan, anggrek selop masuk dalam daftar Apendiks 1 Konvensi Perdagangan Internasional untuk Tumbuhan dan Satwa Liar (Convention on International Trade in Endangered Species/CITES) sehingga tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apa pun.
Anggrek selop juga masuk dalam daftar 29 anggrek yang dilindungi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tanggal 27 Januari 2009. Kebun Raya Bogor pun memasukkan anggrek selop sebagai anggrek yang diprioritaskan untuk dikonservasi.
Berdasarkan hasil inventarisasi Balai Besar TNBTS ada 200 jenis famili anggrek (Orchidaceae); 40 jenis di antaranya tergolong anggrek langka, tiga jenis anggrek langka endemik Jawa, serta 15 jenis endemik Jawa Timur, tiga jenis di antaranya anggrek khas Semeru Selatan, khususnya di Kecamatan Pronojiwo.
Peneliti anggrek di Kebun Raya Purwodadi Destario Metusala alias Rio mengatakan untuk melestarikan anggrek ini, Kebun Raya Purwodadi membudidayakannya secara alami.