Presiden Akui Penyelesaian Kasus HAM Tidak Maksimal
Reporter
Editor
Senin, 16 Agustus 2004 14:08 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Presiden Megawati Soekarnoputri mengakui penyelesaian kasus-kasus HAM tidak maksimal. Menurut Megawati, ketika menyampaikan pidato kenegaraan di Jakarta, Senin (16/8), ia mengetahui banyak tercetus ungkapan, bahkan ketidakpuasan dalam proses dan putusan badan peradilan. "Saya mengikuti sungguh-sungguh wacana tentang proses peradilan HAM ini. Di sana-sini, tercetus ungkapan bahkan rasa tidak puas atas putusan pengadilan itu," kata Mega. Namun menurut dia, masyarakat harus menghormati apapun putusan badan peradilan yang memeriksa dan memutus perkara-perkara HAM. Megawati menjelaskan, terkait persoalan HAM ini, pemerintah sudah bersikap konsisten dan tidak mencampuri fungsi dan kewenangan badan peradilan. Beberapa kasus pelanggaran HAM yang berat, seperti dijelaskan Megawati, adalah kasus Timor Timur 1999 yang sudah diperiksa dan diputus pengadilan. "Beberapa di antaranya sudah punya kekuatan hukum tetap," kata Presiden. Sedangkan penyelesaian kasus Tanjung Priok dan Adipura, saat ini masih dalam proses pengadilan. Dia mengakui, masih ada dua kasus yang masih membutuhkan kelengkapan dari Komnas HAM, yaitu Trisakti dan Semanggi.Menurut Presiden, perkara yang ditinggalkan oleh pelanggaran HAM memang meninggalkan bekas luka yang dalam. Karena itulah, kata dia, penyelesaian beban sejarah terkait pelanggaran HAM, pemerintah sudah mengajukan RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang saat ini masih dibahas dan disetujui DPR dalam waktu tidak lama lagi. Sementara ini, pemerintah masih menggunakan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000. Istiqomatul Hayati - Tempo News Room