TEMPO.CO, Jakarta - Barangkali adegan dalam film laga menjadi inspirasi tim intelijen Kejaksaan Agung dalam bekerja menangkap seorang buron. Adalah Hendry Daniel Setia, buron penipuan jual-beli apartemen senilai Rp 6,5 miliar, yang memperoleh "kehormatan" ditangkap bak adegan film laga.
"Penangkapan ini merupakan kerja sama antara Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, intelijen Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, dan Satuan Lalu Lintas Semarang," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Agung Hardiyanto, saat ditemui di kantor Kejaksaan Agung, Senin, 4 Maret 2013.
Awalnya, tim intelijen mengendus keberadaan Hendry di sekitar Salatiga dan Ungaran sejak kemarin. Tim gabungan pun langsung menyusun skenario penangkapan sembari membuntuti keberadaan buron.
Hingga akhirnya Hendry diketahui sedang bersama seorang rekannya mengendarai mobil Honda Oddysey warna putih. Tim pun mengejar Hendry, hingga sempat terjadi aksi pengejaran dengan kecepatan tinggi. "Kemudian mobil buron dihentikan dan dicegat oleh mobil Satlantas setempat," kata Agung.
Belum berhenti di situ, Hendry yang sudah terkepung dan hendak ditangkap sempat melawan. Namun, perlawanan dia tak sebanding dengan jumlah tim. Akhirnya Hendry berhasil diamankan sekitar pukul 18.00 WIB.
Tim intelijen pun menitipkan Hendry di Rumah Tahanan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sebelum dikirim ke Jakarta, pagi ini. Sedangkan mobil Honda Oddysey yang dikendarai buron masih diinapkan di tempat parkir Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. "Disinyalir mobil mewah itu milik Hendry," kata Agung.
Nama Hendry sempat membuat heboh semua orang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 10 Januari 2013. Hendry dengan mudahnya kabur dari gedung pengadilan sesaat sebelum menjalani sidang vonis atas kasus penipuan yang dia lakukan.
Sejumlah jaksa pengawal dibuatnya kelimpungan bukan kepalang. Arwanih, jaksa pengawal, sempat hampir menangis ketika tahu Hendry kabur. Sebab, dialah yang seharusnya mengawal Hendry, yang saat itu tidak dimasukkan ke dalam ruang tahanan pengadilan. INDRA WIJAYA