Sejumlah pekerja membuat pondasi di sekitar tambak warga di Cilosari, Semarang untuk pembangunan rel ganda, Senin (21/5). Pembangunan fisik rel ganda mulai dilakukan pada areal milik PT KA Daop IV yang sudah bebas engketa. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang memblokade proses pembangunan double track atau rel ganda di daerah mereka dengan cara menghalangi truk pengangkut material pembangunan.
Mereka sengaja memasang bambu dan menanam pohon pisang pada akses jalan pembangunan guna menuntut pembayaran lahan miliknya yang belum dilunasi oleh PT Kereta Api Indonesia.Warga juga mengeluhkan proses pembangunan mengganggu sanitasi air di lingkungan permukiman mereka. "Kami minta ganti rugi. Ini sudah mulai dikerjakan tapi belum ada tanggung jawab," ujar Hartadi, koordinator warga, saat aksi blokade, Selasa, 26 Februari 2013.
Dalam aksinya, ia dan sejumlah pemilik lahan meminta kejelasan soal pembayaran, apa lagi lokasi lahan yang sebagian besar sudah berstatus hak milik itu sudah dikerjakan. "Tanah itu hak milik warga meski sebagian surat masih letter D baru dikeluarkan kecamatan," Hartadi menegaskan.
Proses pembangunan jalur ganda dimulai sejak pertengahan 2012, sekitar enam bulan lalu. Berdasarkan catatan yang ada, ada 47 lahan milik warga yang kena pembangunan dengan luas tanah masing-masing 100 hingga 400 meter persegi per orang.
Menurut Hartadi, warga menuntut pembayaran sesuai harga normatif dan sesuai yang telah ditetapkan oleh penaksir tanah Rp 300 ribu per meter. "Namun hingga kini tak kunjung dibayar, bahkan rencana pertemuan pada tanggal 19 Februari lalu justru batal," Hartadi menjelaskan.
Manajer Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional IV Semarang, Surono, menyatakan lahan yang belum terlunasi itu adalah tanggung jawab satuan kerja dan panitia pembebasan tanah. "PT KAI hanya bertanggung jawab pembebasan lahan milik sendiri yang selama ini ditempati warga," ujarnya.