Yogyakarta Kembangkan Kurikulum Mataramologi

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Selasa, 12 Februari 2013 19:17 WIB

Paguyuban Dukuh Bantul mengikuti upacara untuk peringati Maklumat 5 September 1945, di Pacar, Sewon, Bantul, Yogyakarta, Rabu (15/12). Upacara dengan pembacaan Maklumat 5 September 1945 dan pembagian bendera Kraton Ngayogyakarta dan Kraton Pakualaman tersebut sebagai bentuk dukungan Keistimewaan DIY dengan menetapkan Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dalam RUUK DIY. ANTARA/ Wahyu Putro A

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kebutuhan untuk memperluas pemamahan publik mengenai sejarah Kerajaan Yogyakarta memunculkan gagasan pengembangan bidang keilmuan baru yakni Mataramologi. Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Yuwono Sri Suwito mengatakan salah satu amanat Perda Istimewa ini akan segera dimulai perintisannya mulai tingkat kampus.

"Istilahnya bisa Mataramologi atau Keyogyagyakartaan, ini bisa masuk ke kurikulum semua tingkat pendidikan, praktiknya bisa mirip pengajaran Kemuhammadiyahan di lembaga pendidikan milik Muhammadiyah," kata dia seusai Diskusi Publik 'Peringatan Perjuangan Pangeran Mangkubumi' di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri Universitas Gadjah Mada, Selasa 12 Februari 2013.

Dia mengatakan salah satu kampus yang memastikan akan segera merintis pengembangan bidang keilmuan ini ialah Universitas Widya Mataram. Pengembangan awal di level pendidikan tinggi ini, kata dia akan segera didorong masuk ke kurikulum berbagai tingkat pendidikan lainnya seperti sekolah. "Ini akan memperkuat ciri keistimewaan DIY, jadi publik Yogyakarta juga harus paham sejarah kotanya," kata dia.

Dia menambahkan bidang keilmuan ini tak hanya memperluas pemahaman mengenai sejarah sosial, politik, seni dan budaya Yogyakarta. Bidang keilmuan ini akan memuat pula penjelasan mengenai sejarah arsitektur, filosofi tata kota hingga berbagai penanda budaya lain yang banyak dilupakan. "Abdi dalem kraton yang sering menjadi gaet wisatawan saja, hanya paham sebagian mengenai sejarah yogyakarta dan berbagai detail filosofi arsitektur kraton, apalagi publik," ujar dia.

Yuwono menjelaskan salah satu yang jarang dipahami yakni simbol kraton Yogyakarta berupa gambar mirip mahkota. Kata dia ada dua macam simbol yaitu pertama disebut Prajacihna yang menjadi lambang kraton Yogyakarta dan kedua lambang Cihnaning Pribadi Hamengkubuwono VIII. "Bedanya tipis, di lambang Cihnaning Pribadi Hamengkubuwono VIII ada tulisan angka delapan dalam huruf Jawa," ujar dia.

Ironisnya, kata Yuwono, di museum Sonobudoyo, lambang mahkota, yang ada angka delapannya, malah disebut sebagai Prajacihna yang merupakan lambang kraton Yogyakarta. "Apalagi publik biasa, malah menempel gambar lambang kraton di slebor belakang motor," kata dia.

Fakta ini, kata dia, menyimpulkan bidang keilmuan mengenai keyogyakartaan atau Mataramologi penting masuk dalam pendidikan di DIY. Yuwono berharap ini akan memperluas pemahaman publik Yogyakarta terhadap akar sejarah kotanya. "Misalnya lagi, banyak orang tak tahu, Pakubuwono III (raja Solo saat perjanjian Gianti) mengambil desain baju kebesaran yang dirancang HB I, jadi mereka sebenarnya akrab dan tidak terlalu hanyut pada konflik politik seperti banyak digambarkan buku sejarah," kata dia.

Mengenai internalisasi unsur keistimewaan DIY dalam pendidikan ini, Ketua Dewan Pendidikan DIY, Wuryadi juga punya ide menarik. Dia mengatakan kepada Tempo, konsep kurikulum sekolah di DIY memang sebaiknya mengambil orientasi kuat ke khasanah lokal. "Siswa harus diarahkan memahami dan meriset potensi lokal di DIY agar punya pemahaman kuat mengenai daerahnya," kata Wuryadi.

Wuryadi menjelaskan, materi pendidikan bagi siswa berorientasi pengembangan potensi lokal DIY tak hanya sejarah, seni dan budaya. Kekayaan alam seperti enam sungai pembelah kawasan DIY, pegunungan karst di Gunungkidul dan berbagai kekayaan alam lain bisa menjadi bahan pelajaran penting.

Dia mengatakan hal ini sebab kurikulum baru 2013 memuat pesan mengenai anjuran agar pengajaran siswa dikaitkan dengan analisis ilmiah pada lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Soal Karst, dia mencontohkan, bisa menjadi materi pembelajaran untuk menguatkan pemahaman siswa pada model observasi ilmiah pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. "Hasil pendidikan akan lebih terasa, sebab siswa terdidik memperhatikan potensi daerahnya," ujar dia.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Berita terpopuler lainnya:

Inilah Pejabat yang Mengalahkan Jokowi

Anas Bakal Tersandung Mobil Harrier?

Ini Jejak Anas di Hambalang

Laskar Pelangi Jadi Buku Best Seller Internasional

Perkenalan Eggy Sudjana Jadi Cagub Jatim Gagal
Jokowi : Kecepatan Saya Baru 60 Persen

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

6 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

9 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

24 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Jawab Permendikbud yang Baru, Kepala Pusdiklat Kwarnas: Pembinaan Pramuka Tetap Kuat

24 hari lalu

Jawab Permendikbud yang Baru, Kepala Pusdiklat Kwarnas: Pembinaan Pramuka Tetap Kuat

Penilaian ini berbeda dari pernyataan sikap Sekretaris Jenderal Kwarnas Gerakan Pramuka periode 2018-2023, Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Utomo.

Baca Selengkapnya

Ketua Kwarda Ini Setuju Pramuka Tidak Wajib di Sekolah, Kenapa?

26 hari lalu

Ketua Kwarda Ini Setuju Pramuka Tidak Wajib di Sekolah, Kenapa?

Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan pun dianggapnya rancu dengan Pendidikan Karakter Profil Pelajar Pancasila.

Baca Selengkapnya

Peraturan Baru Menteri Nadiem Soal Pramuka, Kemendikbudristek Tegaskan Ini

26 hari lalu

Peraturan Baru Menteri Nadiem Soal Pramuka, Kemendikbudristek Tegaskan Ini

Penjelasan menyusul hangatnya perbincangan mengenai Pramuka beberapa hari belakangan menyusul terbitnya Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

45 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

50 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

53 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya