KPU Anggap Klaim Wiranto Tak Jelas

Reporter

Editor

Selasa, 3 Agustus 2004 09:34 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Pemilihan Umum menganggap klaim kehilangan suara dari pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid sebesar 5,4 juta suara pada putaran pertama pemilihan presiden tidak jelas. Karenanya, KPU meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan kandidat dari Partai Golkar itu."Permohonan itu tidak memenuhi persyaratan sebagai sengketa pemilu, seperti yang diatur Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Pemilihan Presiden, dan Peraturan Mahkamah Konstitusi," demikian pernyataan KPU, yang dibacakan kuasa hukumnya, Amir Syamsudin, dalam sidang pertama sengketa itu di Jakarta kemarin.KPU beranggapan, permohonan Wiranto-Salahuddin tidak memuat dengan jelas klaim selisih jumlah suara yang dipermasalahkan. Duet itu, menurut KPU, justru mempermasalahkan perbedaan jumlah pemilih terdaftar dan suara yang masuk daftar perhitungan suara. Selain itu, KPU menganggap permohonan tidak disertai bukti-bukti yang dipersyaratkan, seperti sertifikat hasil penghitungan suara.Wiranto-Salahuddin mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan klaim kehilangan 5.434.660 suara. Mereka mengaku sebenarnya memperoleh 31.721.448 suara, jauh di atas 26.286.788 suara yang ditetapkan KPU. Jika klaim ini diterima, mereka akan menempati urutan kedua, menggeser Megawati-Hasyim Muzadi yang memperoleh 31.569.164 suara.Selisih suara yang dipermasalahkan itu diklaim diperoleh dari 26 provinsi. Duet yang juga didukung Partai Kebangkitan Bangsa itu pun mempermasalahkan surat edaran KPU, yang mengesahkan surat suara tercoblos tembus saat pemungutan suara (Koran Tempo, 2/8).Tim kuasa hukum dan advokasi Wiranto-Salahuddin yang diwakili Yan Juanda Saputra kemarin juga menambah pemintaan kepada KPU, yaitu melakukan penghitungan ulang surat suara. Menanggapi permintaan ini, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie yang memimpin sidang menilai, bisa menguntungkan atau merugikan pemohon.Alasannya, setelah ini permohonan tidak lagi bisa diubah.Ketua Kelompok Kerja Penghitungan Suara KPU Rusadi Kantaprawira mengatakan, dalam penetapan suara pada 26 Juli lalu hanya ada beberapa catatan keberatan. Karena itu, ia menyatakan heran karena ada permintaan penghitungan ulang. "Padahal, semua proses tercatat dan semua saksi mendapat salinannya, bahkan yang tidak hadir," katanya.Kuasa hukum Megawati-Hasyim Muzadi, Arteria Dahlan, pun menganggap dalil pemohon hanyalah asumsi. Tentang dugaan politik uang yang juga dinyatakan dalam surat permohonan, ia nilai bukan wewenang Mahkamah Konstitusi. "Harusnya di Panitia Pengawas Pemilu, dan persoalannya sudah lewat waktu," ujarnya.Tim Amien Rais-Siswono Yudohusodo mendukung gugatan Wiranto dengan mempertanyakan keabsahan surat edaran KPU. Menurut Ahmad Yani, kuasa hukum tim itu, surat edaran mempengaruhi jumlah suara karena perhitungan ulang dilakukan tanpa kehadiran saksi, khususnya di kawasan timur Indonesia. "Secara kualitatif mempengaruhi demokratisasi di negara ini," ujarnya.Sidang pertama kemarin dipenuhi pengunjung, terdiri atas wartawan lokal maupun asing dan anggota tim sukses para calon presiden. Anggota KPU Anas Urbaningrum, yang menandatangani surat edaran KPU, juga hadir. Gedung Mahkamah Konstitusi dijaga ekstra ketat. Polisi memeriksa semua pengunjung, yang harus melewati alat detektor logam.Ada 33 bukti tertulis yang akan mulai diadu hari ini. Jimly membagi hakim menjadi dua panel untuk mempercepat proses persidangan. Mahkamah berharap, perkara ini sudah bisa diselesaikan pada 11 Agustus. Dalam sidang kemarin, hakim Maruarar Siahaan dan H.A.S. Natabaya membantah isu yang beredar bahwa Mahkamah mengarahkan kasus pada calon presiden tertentu.Kepada Koran Tempo, Jimly memastikan tidak akan memperhitungkan masalah politik dalam mengambil keputusan. "Putusan hukum harus menentukan dinamika politik, dan bukan sebaliknya. Karena itu, pertimbangan politik tidak boleh mempengaruhi putusan hukum," kata dia.Di Istana Negara, Megawati yang bakal tereliminasi bila gugatan Wiranto diterima, menolak berkomentar. Dia juga mengelak saat ditanya kemungkinan keputusan Mahkamah mengubah perolehan suara. "Kok, kalau-kalau. Nanti sajalah," katanya. maria ulfah/suryani ika sari/sapto

Berita terkait

Kuasa Hukum KPU Disebut Jadi Ahli Anwar Usman di PTUN, Perludem Sebut Ada Potensi Konflik Kepentingan

2 jam lalu

Kuasa Hukum KPU Disebut Jadi Ahli Anwar Usman di PTUN, Perludem Sebut Ada Potensi Konflik Kepentingan

Perludem menyebut ada potensi konflik kepentingan karena kuasa hukum KPU disebut menjadi ahli yang dihadirkan eks Ketua MK Anwar Usman di PTUN.

Baca Selengkapnya

207 Perkara Sengketa Pileg di MK Berpotensi Tidak Diteruskan

4 jam lalu

207 Perkara Sengketa Pileg di MK Berpotensi Tidak Diteruskan

Sebanyak 207 perkara sengketa pileg di MK berpotensi tidak dilanjutkan. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Airlangga Sebut Golkar akan Usung Emil Dardak Dampingi Khofifah di Pilgub Jatim

3 hari lalu

Airlangga Sebut Golkar akan Usung Emil Dardak Dampingi Khofifah di Pilgub Jatim

Khofifah mengatakan mengaku nyaman dan produktif bekerja sama dengan Emil Dardak, yang menjadi wakil gubernur mendampingi dia.

Baca Selengkapnya

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

3 hari lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

4 hari lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

4 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

4 hari lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

4 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

4 hari lalu

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.

Baca Selengkapnya

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

4 hari lalu

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya