TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X, menyerahkan kasus sengketa bekas Bioskop Indra ke pengadilan. Sengketa terjadi ketika pemerintah DIY berencana menjadikan lahan yang menjadi lokasi bangunan bekas Bioskop Indra di kawasan Malioboro itu sebagai lahan parkir.
Sengketa terjadi antara pemerintah DIY dengan Sukrisno Wibowo sebagai orang yang mengklaim sebagai pemegang hak waris atas lahan tersebut. “Kalau memang enggak selesai, ya biar diselesaikan pengadilan,” kata Sultan saat ditemui di Kepatihan, Kamis, 31 Januari 2013.
Bangunan eks Bioskop Indra itu terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani Nomor 14 Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Awalnya, kawasan tersebut merupakan salah satu harta kekayaan milik NV. Javashe Bioscoop en Bouw Maatschappy (NV. JBBM) yang dikelola EDH Helaut Muller, warga negara Belanda. Lalu ditinggalkan pemiliknya setelah yang bersangkutan menyerahkan kepemilikan kepada Vera Antoni Bosman yang menikah dengan WNI, Sudarnoko. Vera adalah ibu dari Sukrisno Wibowo.
Apakah pemerintah DIY menunggu gugatan yang diajukan Sukrisno, Sultan menyerahkan kepada kejaksaan. Pemerintah DIY telah menunjuk kejaksaan tinggi DIY sebagai jaksa pengacara negara. “Mungkin mereka enggak akan menggugat,” kata Sultan.
Kasus tersebut menjadi sengketa karena Sukrisno keberatan penggunaan aturan Prk. 5 sebagai dasar pengosongan lahan. Prk. 5 adalah Peraturan Presidium Kabinet No. 5/Prk/1965 tentang penegasan status rumah/tanah kepunyaan badan hukum yang ditinggalkan pengurusnya. Sukrisno meminta agar pengosongan lahan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1999 mengenai pengeluaran rutin anggaran 1999/2000.
Perbedaan kedua aturan tersebut terletak pada silsilah kepemilikan. Prk. 5 diterapkan apabila pengurus tanah-bangunan adalah warga negara asing. Kemudian, pengurus tersebut meninggalkan Indonesia. Apabila bangunan-tanah yang ditinggalkan itu dimiliki pemerintah, maka pemerintah harus memberikan uang tali asih kepada ahli waris. Akibat pengosongan tersebut, penghuni lama hanya dapat uang tali asih karena dianggap sebagai penyewa.
Sedangkan aturan pada Perpres Nomor 32 Tahun 1999 adalah pemberian ganti rugi terhadap ahli waris bangunan-tanah yang dibeli pemerintah. Sehingga penghuni lahan tersebut mendapatkan ganti rugi karena merupakan pemilik.