TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pertimbangan hakim Mahkamah Agung yang memperberat masa hukuman M. Nazaruddin, terpidana suap Wisma Atlet SEA Games, Palembang, bisa menjadi bahan penelusuran terhadap pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Akan dipelajari lebih lanjut apakah dapat menjadi bahan pengembangan," ujar Johan Budi, juru bicara KPK, di kantornya, Rabu, 23 Januari 2013. Sayangnya, Johan belum bisa memerinci apa saja pertimbangan hakim yang bakal menjadi senjata baru bagi lembaganya. Ia mengatakan, KPK belum menerima petikan putusan MA.
MA menambah masa hukuman Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan penjara menjadi 7 tahun penjara. Majelis hakim menyatakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu terbukti melanggar Pasal 12 Huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini memuat ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara.
Putusan MA ini berbeda dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menilai Nazar terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang 20 Tahun 2001 dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Dengan demikian, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan gugur.
Dalam kasus ini, sejumlah nama politikus dan pejabat pemerintah sempat mencuat. Mereka adalah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Wakil Ketua Badan Anggaran Mirwan Amir, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Wayan Koster, serta mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto.
Dugaan keteterlibatan mereka terbongkar dari percakapan BlackBerry politikus Demokrat, Angelina Sondakh, dan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang. Namun, mereka belum tersentuh dalam kasus ini. Pada setiap kesempatan, mereka membantah terlibat.
Johan menampik lembaganya melokalkan kasus ini pada Nazar. Ia menegaskan pengusutan kasus Nazaruddin masih terus berlanjut. "Masih ada kasus tindak pidana pencucian uang Nazar yang sedang diselidiki. Kasus penggiringan anggaran Angelina juga belum berkekuatan hukum tetap," ujarnya
TRI SUHARMAN
Berita terkait
BW Anggap Pembangkangan KPK ke Ombudsman Hal yang Tak Patut
6 Agustus 2021
KPK menolak menjalankan tindakan korektif yang diberikan Ombudsman perihal alih status pegawai.
Baca SelengkapnyaDeputi Pencegahan Bantah Lakukan Pelanggaran Kode Etik KPK
4 Mei 2019
Dia mengatakan tak pernah diperiksa oleh Direktorat Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK.
Baca SelengkapnyaCatatan 19 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Internal KPK versi ICW
18 Oktober 2018
ICW merilis data mengenai 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.
Baca SelengkapnyaTanggapi Data ICW, KPK: Sebagian Besar Sudah Ditindaklanjuti
18 Oktober 2018
ICW merilis data 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.
Baca SelengkapnyaICW Sebut Ada 19 Pelanggaran Kode Etik di Internal KPK
17 Oktober 2018
ICW menyebut ada 19 pelanggaran kode etik di internal KPK para periode 2010-2018.
Baca SelengkapnyaTito Karnavian: Aris Budiman Tanpa Cacat dan Berintegritas
25 Oktober 2017
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, selama di Polri, Dirdik KPK Aris Budiman tanpa cacat dan berintegritas.
Baca SelengkapnyaKajian Internal Soal Aris Budiman Sudah di Meja Pimpinan KPK
6 September 2017
Hasil telaah pengawas internal terhadap Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman sudah berada di tangan pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaKomisi Hukum Nilai Laporan Aris Budiman Belum Tentu Ada Pidana
3 September 2017
Nasir berpendapat bahwa laporan Aris Budiman terhadap Novel tidak akan menganggu hubungan antara kepolisian dengan KPK.
Baca SelengkapnyaPengawas Internal KPK Mulai Bekerja Periksa Kasus Aris Budiman
3 September 2017
Pemeriksaan ini berkaitan dengan kedatangan Aris Budiman ke rapat panitia khusus hak angket DPR RI.
Baca SelengkapnyaPengamat Nilai Aris Serang KPK Untuk Tutupi Perkaranya
3 September 2017
Laporan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terhadap Novel Baswedan dinilai tidak tepat.
Baca Selengkapnya