TEMPO Interaktif, Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan menggugat PT Newmont Minahasa Raya dan Menteri Kesehatan atas kasus gangguan kesehatan yang menimpa sejumlah warga di pantai Buyat, Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/7). Pihak penggugat adalah Rasit Rahmat, Masna Stirman, Juhria Ratubahe, yang diwakili tim kuasa hukum dari LBH Kesehatan. Penggugat yang bermukim di pantai Buyat itu bekerja sebagai nelayan dan mengidap berbagai penyakit di bagian tubuh yaitu kepala, leher, mata, tulang belakang, dan kulit."Menteri kesehatan digugat karena memiliki otoritas meningkatkan kesehatan masyarakat indonesia," kata August H. Pasaribu, anggota tim kuasa hukum penggugat. Sedangkan PT Newmont digugat karena dugaan telah membuang limbah ke laut di sekitar Teluk Buyat yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa. "Sampai saat ini ada 186 jiwa yang menjadi korban," tutur Pasaribu. Dia menambahkan, penyebab korban jiwa dan kerusakan lingkungan di sekitar Teluk Buyat berasal dari limbah logam berat jenis merkuri dari pipa pembuangan limbah bawah laut. Hal itu, terang dia, berdasarkan hasil penelitian Markus T. Lasut dari Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Samratulangi yang menyimpulkan adanya penimbunan zat merkuri dalam sedimen dan biota laut seperti ikan, rumput laut, batu karang. Pasaribu menerangkan, dalam kasus ini, PT Newmont yang bergerak pada industri penambangan emas dan Menteri Kesehatan, telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut, jelas dia, telah melanggar pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mewajibkan pihak pelanggar mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Sebab itu, pihak penggugat menuntut tergugat dengan ganti rugi materi dan imateri total Rp 2 triliun. Pihak penggugat juga meminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk melakukan sita jaminan atas aset Departemen Kesehatan dan PT Newmont, hingga ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. "Sita jaminan harus dilakukan agar gugatan tidak sia-sia," ungkap Pasaribu. Erma Yulihastin - Tempo News Room