TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Pokja Sosialisasi Pemilu Komisi Pemilihan Umum Valina Singka Subekti menyatakan penolakan pemberian akreditasi Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) memantau pemilu presiden 5 Juli mendatang, karena KIPP dianggap melanggar kesepakatan substansial dan aturan main yang sebelumnya telah disepakati oleh KIPP. "KIPP seharusnya melaporkan temuannya pada KPU terlebih dulu sebelum melaporkan pada publik," tandas Valina kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (21/6). Valina mengharapkan KPU mendapatkan informasi dari tangan pertama.Berdasar pasal 136 ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD mewajibkan pemantau pemilu mematuhi semua peraturan dalam UU dan KPU. Pasal 7 ayat 1 (f) SK KPU Nomor 104 tahun 2003 tentang Pemantau Pemilu dan Tata Cara Pemantauan, mewajibkan pemantau menyampaikan hasil pemantauan baik mengenai pemungutan suara dan perhitungan suara, kepada KPU/KPUD. Kode Etik Pemantau ayat 10 SK KPU Nomor 104/2003 mengharuskan pemantau menjaga kerahasiaan dokumen lembaga sampai diizinkan lembaga pemantauannya setelah dilaporkan ke KPU. KPU sendiri per tanggal 15 April 2004 telah mengirimkan surat peringatan tertulis pada KIPP berkaitan dengan telah dipaparkannya sejumlah temuan KIPP ke publik sebelum dilaporkan ke KPU. Surat tanggapan dari KIPP pada KPU kemudian dipermasalahkan karena dianggap tidak layak. "Anda bisa lihat sendiri dimana tidak layaknya," ujar Valina. Dalam surat tersebut, menurut KPU, KIPP menyebutkan kepanjangan KPU sebagai Komisi Penyensoran Umum, dan hal ini tidak dapat diterima KPU. Ray sendiri dalam kesempatan terpisah menegaskan pihaknya tidak akan pernah meminta maaf pada KPU. "Kami hanya mengatakan jangan sampai KPU menjadi Komisi Penyensoran Umum," tegasnya. KIPP gagal menemui perwakilan KPU dalam unjuk rasa yang dilakukan hari ini di gedung KPU. Menurut Valina, dirinya tidak mengetahui adanya permintaan KIPP untuk menemui anggota KPU. Sita Planasari A - Tempo News Room