Pelimpahan Kasus Simulator Bisa Tak Pakai KUHAP
Editor
Anton Aprianto
Kamis, 18 Oktober 2012 19:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan pelimpahan kasus simulator SIM yang disidik Markas Besar Kepolisian RI ke Komisi Pemberantasan Korupsi terganjal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Denny pun menyarankan pelimpahan perkara itu tidak mengacu pada undang-undang tersebut, tetapi mengacu pada Undang-Undang KPK. Apalagi, kata dia, penahanan tiga tersangka simulator versi Polri hampir melewati batas waktunya.
"Memang kalau menggunakan KUHAP jadi ribet," kata Denny, di Kementerian Hukum dan HAM, Kamis, 18 Oktober 2012.
Denny menyarankan KPK dan Polri cukup mengikuti instruksi Presiden pada pidato hari Senin, 8 Oktober lalu, yaitu menggunakan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. "Dalam Undang-Undang KPK sudah jelas meyatakan itu lex specialis. Dalam konteks itu, yang lain tidak berwenang, hanya KPK," kata dia.
Denny pun meyakini kepolisian, kejaksaan, dan KPK bisa berkoordinasi dengan baik untuk menindaklanjuti pidato Presiden. Soalnya, instruksi tersebut cukup kuat, tanpa perlu dijadikan Keputusan Presiden atau sejenisnya. "Perintahnya jelas dan aturannya juga jelas. Penyidikan harus tunggal, tidak terpecah, dan diserahkan kepada KPK," kata dia. "Saya juga tidak menilai Polri mengulur waktu," ujar Deny.
Selasa lalu, ditemui usai Rapat Paripurna Tingkat Menteri di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman menyebutkan polisi siap kapan saja melimpahkan berkas simulator SIM. Jika mengacu pada KUHAP, menurut Sutarman, ada dua kendala utama dalam pelimpahan berkas. "Terkait yang sudah ditahan, itu harus menjadi pertimbangan hukum," katanya.
Kendala kedua, kata Sutarman, berkaitan dengan pelimpahan berkas penyidikan. Mekanisme dalam KUHAP menyulitkan Polri menghentikan penyidikan kasus simulator mengemudi yang sudah berlangsung. "Kalau mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) salah menurut undang-undang. Maunya begitu kami serahkan, KPK langsung menindaklanjuti," kata mantan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya ini.
ARYANI KRISTANTI