TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Perhimpunan Masyarakat Indonesia Tionghoa (INTI) Benny J.Setiono mengatakan masyarakat Tionghoa skeptis terhadap pemilu 2004. Menurutnya sikap skeptis ini muncul karena banyaknya partai politik peserta pemilu, sehingga mereka kebingungan dan cenderung bersikap skeptis. Benny yang ditemui Jumat (26/3) di kantornya mengatakan pada pemilu 1999 masyarakat Tionghoa tidak skeptis dan kebingungan karena saat itu sudah mengetahui dengan jelas partai apa yang akan dipilihnya. "Pada waktu itu masyarakat Tionghoa memilih PDIP karena sama-sama merasakan sebagai orang yang teraniaya," ujarnya. Selain itu, Benny juga menyayangkan calon legislatif (caleg) yang banyak berasal dari masyarakat Tionghoa. Menurutnya, tidak semua caleg dari masyarakat Tionghoa itu mengetahui dan memahami visi misi partai. Tetapi karena ada sedikit kebanggaan, mereka yang memiliki uang menerima tawaran menjadi calon legislatif. Walaupun mereka hanya mendapatkan nomor sepatu atau nomor urut terakhir. "Sangat memprihatinkan jika mereka menjadi caleg," ujarnya sambil menambahkan "Tapi saya pikir ini merupakan pencerminan terhadap keadaan politik kita saat ini yang terefleksi di segala bidang."Mengenai banyaknya suara masyarakat Tionghoa yang keluar dari PDIP, Benny mengatakan suara-suara itu akan lari ke partai-partai nasionalis. Tetapi menurutnya suara warga masyarakat Tionghoa itu tidak sepenuhnya lari ke parpol-parpol yang berisi orang Tionghoa. "Kita jangan sampai terjebak primordialisme. Kalau calegnya busuk, ngapain dipilih," ujarnya dengan nada bertanya. Sementara itu caleg dari partai Demokrasi, Eddy Sadeli, yang merupakan warga keturunan Tionghoa mengatakan saat ini dirinya sudah menerima sekitar 250 ribu suara dari masyarakat Tionghoa yang menyatakan keinginan mereka untuk bergabung dengan partai Demokrat. Menurutnya, saat ini masyarakat Tionghoa menginginkan pemimpin yang bersih dan bisa menjamin keamanan mereka. Sunariah Tempo News Room