TEMPO Interaktif, Jakarta:Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Human Rights Working Groups (HRWG) akan mengirimkan delegasinya dalam sidang Komisi HAM PBB ke-60 yang akan digelar tanggal 15 Maret sampai 23 April 2004 di Jenewa. Para Aktivis HAM dari Indonesia ini terdiri dari berbagai LSM HAM seperti Kontras, LBH Apik, Kapal Perempuan, Walhi, Imparsial, PBHI, Elsam, YLBHI, Tapak Ambon, dan lainnya, akan membawa permasalahan HAM yang terjadi di Indonesia. Peradilan HAM di Indonesia cenderung hanya dijadikan tempat untuk mencuci tangan para pelanggar HAM tersebut, kata Ifdhal Kasim, Direktur Elsam, di Hotel Sahid Senin (15/3). Menurut Ifdhal, banyak pelaku pelanggar HAM pada tingkat pengadilan tinggi hanya untuk mencuci tangan sebab setelah itu mereka di putus bebas atau dihukum sangat ringan. Dia mencontohkan kasus mantan Gubernur Timtim Abilio yang dihukum tiga tahun dan Enrico Guitteres yang dihukum 10 tahun, kemungkinan besar juga akan dibebaskan pengadilan HAM. Setidaknya ada empat persoalan HAM yang akan dibawa dalam sidang PBB. Pertama pada persoalan kebebasan sipil yang semakin buram di Indonesia karena munculnya kebijakan yang otoriter dan represif, antara lain dengan tertundanya UU Terorisme dan berbagai kebijakan yang mementingkan internal security yang berbasis pada totalerisme negara. Di Indonesia UU Antiterorisme bukan hanya mendorong abuse police power yang memiliki kekuasaan sangat besar, juga mendorong kembalinya militerisme, yaitu TNI dan BIN, dalam struktur organisasi yang sangat lengkap, kata Rachlan Nasidik dari Imparsial. Kedua, berbagai pelanggaran terhadap hak ekonomi, sosial, dan budaya, seperti yang terjadi baru-baru ini, yaitu penggusuran. Ketiga masalah impunity yang terjadi di Indonesia, menunjukkan kekuasaan otoriter yang tidak menghargai HAM masih berkuasa, seperti tertundanya penyelesaian yang adil atas pelanggaran HAM berat di masa lalu seperti kasus Tanjung Priok, Timtim, tragedi Semanggi dan lainnya. Keempat adalah masalah penyelesaian konflik yang terjadi khususnya di Aceh dan Papua Barat. Kebijakan darurat militer di Aceh menjadi fokus penting karena berbagai pelanggaran HAM dan humaniter International yang mengorbankan masyarakat sipil baik yang dilakukan oleh TNI maupun GAM. Sedangkan di Papua Barat yang akhir-akhir ini terancam dengan penerapan darurat sipil, di mana berbagai pelanggaran HAM telah terjadi karena pendekatan yang militeristik dari negara. Di Papua telah dibentuk berbagai milisi untuk menyukseskan pemekaran wilayah terutama di Papua Barat, kata Johnson dari PBHI.Menurut Rafendi Djamin, Koordinator HRWG dalam rilisnya, keempat masalah tersebut sangat penting untuk mendapat dukungan dari masyarakat internasional terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Muhamad Fasabeni - Tempo News Room
Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober
11 hari lalu
Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober
Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.