Mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (20/4). TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO.CO, Jakarta -- Terdakwa kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, Muhammad Nazaruddin, divonis hukuman penjara 4 tahun dan 10 bulan penjara serta denda Rp 200 juta. Mantan Bendahara Partai Demokrat itu dinyatakan terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
“Menjatuhkan pidana terhadap Muhammad Nazaruddin empat tahun dan sepuluh bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dharmawati Ningsih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 20 April 2012.
Selain itu, Nazaruddin juga harus membayar denda Rp 200 juta. “Apabila denda itu tidak dibayar, diganti pidana kurungan empat bulan,” kata Dharmawati.
Hukuman yang dijatuhkan akan dikurangi dengan masa penahanan yang sudah dijalani Nazaruddin. Namun majelis hakim menekankan selama Nazaruddin menjalani perawatan di rumah sakit di luar penahanan tidak dihitung sebagai masa penahanan.
Menanggapi vonis tersebut, Nazaruddin mengatakan akan berpikir terlebih dulu. “Saya pikir-pikir dulu,” kata mantan anggota Dewan perwakilan Rakyat itu. Selama waktu pikir-pikir seminggu, Nazar tetap akan ditahan.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntutnya tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan bui. Tim Jaksa Penuntut Umum pimpinan I Kadek Wiradana menilai Nazar bersalah menerima suap Rp 4,6 miliar.
Nazaruddin dinilai terbukti bersalah menerima suap Rp 4,6 miliar berupa lima lembar cek. Cek itu diserahkan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah--perusahaan pemenang lelang proyek Wisma Atlet--Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury. Selanjutnya cek disimpan dalam brankas perusahaan.
Nazar juga dinilai ikut andil membuat PT Duta menang lelang proyek senilai Rp 191 miliar tersebut. Caranya, dengan meminta anak buahnya, Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, bekerja sama dengan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam dalam mengupayakan PT Duta sebagai kontraktor.
Kasus suap Wisma Atlet terungkap setelah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap basah Rosalina dan Wafid di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 21 April 2011. Saat penggeledahan, petugas KPK menemukan tiga lembar cek senilai Rp 3,2 miliar yang diberikan Rosa ke Wafid. Cek itu adalah jatah Kementerian dari PT Duta Graha Indah karena perusahaan pimpinan Dudung Purwadi itu terpilih sebagai kontraktor proyek Wisma Atlet.