Sikap tujuh fraksi itu disampaikan dalam keterangan pers di gedung Nusantara III kompleks MPR/DPR, Jakarta, Senin (2/7), usai rapat pimpinan DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR, AM Fatwa. Tujuh fraksi itu diwakili oleh Arifin Panigoro (F-PDIP), Syamsul Muarif (F-PG), Ali Marwan (F-PPP), Hatta Radjasa (F-Reformasi), Hamdan Zoelfa (F-PBB), Sutradara Gintings (F-KKI), Asnawi Latif (F-PDU), serta dua anggota dari F-TNI/Polri, Posma Lumban Tobing dan Taufikrahman Ruky.
“Kebijaksanaan dan tindakan Presiden Abdurrahman Wahid memberhentikan Jendral Surojo Bimantoro dari Kapolri dan pengangkatan Jendral Bimantoro sebagai duta besar RI untuk Malaysia merupakan pelanggaran terhadap haluan negara secara berulang yang membahayakan keselamatan bangsa,” kata Ali Marwan, juru bicara tujuh fraksi tersebut.
Pemberhentian Bimantoro, kata Ali, dilakukan tidak sesuai dengan prosedur Tap MPR Nomor 7/MPR/2000 pasal 7 ayat 3 yang mewajibkan presiden meminta persetujuan DPR, baik dalam hal pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri. Tindakan Presiden Wahid memberhentikan Bimantoro, kata dia, nyata-nyata melanggar haluan negara. “Ini adalah pelanggaran ke tiga yang dilakukan Presiden Wahid terhadap keputusan MPR itu, “ kata dia.
Dijelaskan pelanggaran pertama yang dilakukan presiden Wahid sewaktu memberhentikan Kapolri Jenderal (Pol.) Rusdihardjo, dan pengangkatan Komisaris Jendral (Pol.) Bimantoro pada 23 September 2000. Sedangkan pelanggaran kedua dilakukan saat Gus Dur me-non-aktifkan Jenderal (Pol.) Bimantoro dari Kapolri pada 1 Juni 2001.
Selain itu, pengangkatan Bimantoro sebagai dubes RI untuk Malaysia harus berdasarkan ketentuan pasal 13 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: “dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR”. Karena itu, kata Ali, tindakan Presiden Wahid yang secara sepihak mengumumkan pengangkatan Bimantoro sebagai Dubes tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan DPR adalah sikap yang mengabaikan ketentuan UUD 1945 dan tidak menghormati kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. (Jhony Sitorus)