Pembangunan Kolam Penelitian Lumba-lumba UGM Ditentang
Minggu, 5 Juni 2011 16:19 WIB
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Para aktivis pecinta dan peduli satwa menentang rencana pembangunan kolam lumba-lumba di kampus Universitas Gadjah Mada. Menurut mereka, penelitian di alam liar dinilai lebih bagus dan lebih menjaga kelestarian binatang mamalia itu.
"Kami menyatakan keberatan dan mendesak pembatalan rencana itu," kata Angelina Pane, Manager Program Animal Friends Jogja (AFJ), Minggu, 5 Juni 2011.
Lumba-lumba, kata Angelina, dapat dikategorikan sebagai "makhluk yang setara dengan manusia".
Lumba-lumba adalah mamalia laut dengan kecerdasan tinggi yang memperlihatkan keahlian dan kesadaran diri yang semula diklaim hanya dimiliki oleh manusia. Penemuan studi perilaku menunjukkan bahwa pertunjukan-pertunjukan lumba-lumba, fasilitas terapi kesehatan dengan bantuan lumba-lumba, dan bentuk-bentuk pengurungan lain, secara psikologis berbahaya bagi lumba-lumba.
"Ini juga memberikan informasi yang keliru tentang gambaran kapasitas intelektual lumba-lumba," kata dia.
Angelina mengutarakan bahwa lumba-lumba dapat menjelajah puluhan kilometer dalam gerak lurus setiap hari. Ketika hidup di lautan lepas, mereka menggunakan navigasi sonar yang tidak hanya membuat mereka dapat mengetahui jarak, tetapi juga dimensi dan mendeteksi obyek-obyek di sekitarnya, baik makhluk hidup maupun benda mati.
Mengapa lumba-lumba tidak boleh dikurung? Sebab, pancaran sonar lumba-lumba melingkupi radius yang luas. Namun, saat berada dalam kurungan dinding-dinding kolam, pancaran sonar akan memantul kembali dengan cepat. Dalam keadaan ini, tingkat stres tinggi akan dialami lumba-lumba.
Bahkan, lumba-lumba adalah makhluk sosial dengan kebutuhan fisik, mental, dan berperilaku alami yang hanya dapat dipenuhi dan terakomodasi dengan baik ketika mereka hidup di habitat alamiah.
Kehidupan di dalam kolam pemeliharaan jauh berbeda. Lumba-lumba dipaksa hidup di area yang sangat terbatas tanpa akses ke kebutuhan alamiahnya. "Itu bisa mengakibatkan stres, kebosanan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh," kata dia.
Lumba-lumba juga rentan terhadap trauma dan penderitaan ketika dipaksa hidup terkungkung. Melakukan penelitian di habitat alami jauh lebih bermanfaat bagi perlindungan, pelestarian, dan kesejahteraan satwa.
Para aktivis dari warga dan pecinta binatang itu akan melakukan unjuk rasa pada Senin, 6 Juni 2011, di Bundaran Universitas Gadjah Mada.
Universitas tersebut telah menandatangani perjanjian dengan PT Wersut Seguni Indonesia dari Kendal, Jawa Tengah, September tahun lalu. PT tersebut memiliki fasilitas rekreasi dengan sirkus lumba-lumba. Rencananya, pembangunan kolam ada di kawasan Fakultas Kedokteran Hewan.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas dan Protokoler Universitas Gadjah Mada Suryo Baskoro mengatakan bahwa penelitian akademis lumba-lumba penting bagi masyarakat. Namun, dengan berbagai pertimbangan, pembangunan kolam penelitian lumba-lumba sudah diputuskan untuk ditunda.
"Kami sudah memutuskan pembangunan kolam penelitian lumba-lumba ditunda," kata dia.
M. SYAIFULLAH