"Kita berharap penundaan ini adalah proses pembelajaran bahwa, terlepas dari iklim demokrasi, tentu ada kondisi di mana aktivitas yang merongrong keutuhan wilayah negara sahabat sebaiknya dapat diberi perhatian serius," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin.
Keberadaan RMS di Belanda dinilai bisa mengganggu hubungan bilateral Indonesia-Belanda. "Tidak sepatutnya dalam hubungan antarnegara saat sekarang diberikan suatu porsi ruang yang cukup besar bagi organisasi-organisasi yang sebenarnya merongrong hubungan bilateral itu sendiri," kata Faizasyah.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri Luar Negeri Triyono Wibowo menyatakan Belanda memang menyayangkan penundaan tersebut. Tapi pernyataan dan tanggapan resmi atas surat penundaan lawatan Presiden Yudhoyono itu belum disampaikan. “Kami masih menunggu," ujarnya.
Triyono meyakinkan bahwa penundaan ini hanyalah hal biasa yang bisa terjadi pada setiap rencana kunjungan kepala negara. "Hubungan kedua negara tidak akan terganggu oleh persoalan ini. Penundaan biasa, bukan pembatalan.”
Mengenai kabar bahwa beberapa media di Belanda menganggap penundaan ini sebagai penghinaan terhadap pemerintah mereka, Triyono mengatakan hal itu bukanlah sikap resmi Belanda. "Pemerintah Belanda tidak pernah menyatakan itu," kata dia.
Wakil Menteri juga menegaskan sikap pemerintah Indonesia yang tidak pernah mengakui keberadaan RMS. Menurut Triyono, sekelompok orang yang mengaku pendukung RMS itu hanyalah kelompok sosial minoritas yang terpinggirkan di Belanda. "Mereka hanya memanfaatkan kedatangan Presiden untuk menyatakan bahwa mereka eksis.”
Menurut dia, penundaan lawatan ini pun bukan disebabkan oleh keberadaan RMS. “Bukan persoalan RMS lalu Presiden tidak datang, tapi (proses) peradilan itu. Kita menyesalkan kondisi yang tidak kondusif,” katanya. "Kami sampaikan kepada Bapak Presiden bahwa prosesnya (peradilan) dimulai tanggal 6 Oktober, lalu Presiden memutuskan menunda. Itu memang tidak bagus. Kepala negara kan punya kehormatan."
Pemerintah Indonesia pun yakin bahwa Belanda akan memberi perlindungan bagi Presiden. Dan sesuai dengan ketentuan internasional, kata Triyono, Presiden tidak mungkin ditangkap di sana.
Tapi, ia melanjutkan, situasi menjadi tidak nyaman ketika Kepala Negara diundang oleh pemerintah Belanda, dan pada saat yang sama digelar pengadilan yang mempersoalkan Presiden RI. “Itu menurunkan martabat kita. Maka kita tunda saja. Kita tidak bisa terima," ujarnya.
Untuk selanjutnya, pemerintah akan menunggu hingga situasi dianggap membaik sebelum menjadwalkan ulang kunjungan Presiden.
TOMI | DWI RIYANTO | MUNAWWAROH