Petani Jambi Desak Pemerintah Cabut Izin PT Wirakarya Sakti
Jumat, 24 September 2010 14:45 WIB
TEMPO Interaktif, Jambi - Sedikitnya seribu orang petani dari lima kabupaten bersama beberapa elemen LSM dan mahasiswa turun ke jalan dan melakukan aksi demo di depan kantor Gubernur dan kantor DPRD Provinsi Jambi, Jumat (24/9). Mereka, antara lain, menuntut agar pemerintah segera mencabut izin usaha PT Wirakarya Sakti (Sinar Mas Group), karena dinilai telah banyak merugikan warga setempat.
Para petani dari lima kabupaten, yakni Kabupaten Muarojambi, Batanghari, Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur dan Kabupaten Tebo, Jami, yang tergabung dalam ikatan Persatuan Petani Jambi (PPJ) beserta Walhi, KKI Warsi, YKR, FMN, Himpunan Mahasiswa Islam Jambi, ANBTI, KPKA Rimba Negeri dan Himapastik, melakukan aksi damai berkaitan dengan peringatan 50 tahun Hari Tani Nasional.
Dalam orasinya para pendemo tidak hanya mendesak agar pemerintah mencabut izin PT Wirakarya Sakti, tapi juga perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan di daerah ini dinilai kurang berpihak kepada masyarakat.
"Keberadaan mereka terutama sejak munculnya PT Wirakarya Sakti di Provinsi Jambi telah membuat sengsara masyarakat Jambi, terutama kalangan petani di pedesaan dalam lima kawasan kabupaten di mana tempat perusahaan ini membuka usaha Hutan Tanaman Industri sejak tahun 1993 lalu," kata Aidil Putra, Ketua PPJ sekaligus koordinator aksi.
Menurut Aidil, sejak keberadaan perusahaan ini sampai sekarang telah banyak diketahui merampas lahan masyarakat dengan cara mengintervensi menggunakan kekuatan aparat kemanan. Akibatnya, konflik antar perusahaan dengan warga terus saja terjadi.
"Perjuangan kami tidak akan pernah surut, walau selalu diintervensi tidak akan membuat kami lemah, karena kami semata-mata menuntut hak kami," ujarnya.
Aidil mencontohkan, kebrutalan yang telah dilakukan PT Wirakarya Sakti, yakni dengan berani mengubah status lahan seluas sekitar 81 ribu hektare yang dulunya berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) jadi Hutan Produksi (HP) dalam wilayah Kabupaten Tanjungjabung Barat dengan tujuan untuk menguasai lahan tersebut.
"Itu jelas-jelas telah telah bertentangan melanggar aturan dan merupakan bentuk tindak pidana. Namun pemerintah seperti tak ambil peduli dengan kejadian seperti ini," kata Aidil.
Sebelum membubarkan diri dengan tertib para pendemo mengancam bila janji pemerintah tidak juga kunjung terlaksana, maka pihaknya akan melakukan tindakan serupa dan dengan jumlah massa lebih banyak dari hari ini.
Arif Munandar, Redaktur Eksekutif Walihi Jambi, menyatakan memang keberadaan PT Wirakarya Sakti di Jambi kontribusinya bagi daerah maupun masyarakat perlu dipertanyakan.
"Keberadaan perusahaan ini bahkan telah membabi buta membuka lahan, termasuk kawasan hutan alam, sehingga merusak keberadaan dan kehidupan ekosistem yang ada di dalammya. Perusahaan ini pun memang sengaja menerapkan manajemen konflik, agar warga terpancing melakukan tindakan pidana, supaya aparat kemanan bertindak dan menguntungkan pihaknya," ujar Arif.
Sementara itu Dicky Kurniawan, Manajer Advokasi dan Kebijakan KKI Warsi, menyatakan PT Wirakarya Sakti di Provinsi Jambi sejak awal pada tahun 1993 sudah punya target untuk menguasai lahan di Provinsi Jambi seluas 90 ribu hektare, tapi kini baru menguasai sekitar 45 ribu hektare.
"Jadi wajar saja bila mereka menghalalkan segala cara dalam upaya untuk mencapai target tersebut," katanya.
Kemelut antarwarga dengan PT Wirakarya Sakti sudah sejak dulu dan beberapa kali diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah daerah setempat, tapi hingga kini tak kunjung rampung.
Para pendemo yang dikawal ketat aparat kepolisian awalnya akan ditemui Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, tapi yang bersangkutan sedang melakukan tugas kerja ke Jakarta, maka diwakili Hafis Husaini, Asisten II, Setda Provinsi Jambi, dan Asril, salah seorang anggota Komisi I DPRD Provinsi Jambi.
Hafis maupun Asril kepada pendemo berjanji akan segera berupaya menyelesaikan permasalahan yang ada, antara lain berjanji sebelum berakhir September ini akan melayangkan surat ke Menteri Kehutanan RI, untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
Asril mengaku jika dirinya selaku wakil rakyat telah berupaya sekuat tenaga membantu dan menyalurkan aspirasi rakyat kepada pihak pemerintah. "Antara lain saya sendiri sudah pernah datang langsung ke Kementrian Kehutanan untuk membicarakan masalah ini," ujarnya.
Sementara itu, Edi Yanto, juru bicara PT Wirakarya Sakti, ketika dikonfirmasi menyatakan pihaknya dalam penyelesaian permasalahan ini menyerahkan semuanya kepada pihak pemerintah.
"Kita tunggu saja hasil keputusan pemerintah, karena lahan yang kami kelola itu merupakan lahan milik pemerintah (negara)," katanya.
SYAIPUL BAKHORI