TEMPO Interaktif, Makassar - Keinginan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV untuk menanam kembali tebu di perkebunan masyarakat di Kabupaten Takalar diadang oleh puluhan masyarakat. Massa yang tergabung dalam Serikat Petani Polombangkeng menilai PTPN tidak punya hak lagi menanam tebu di areal seluas 6000 haktare tersebut karena kontraknya sudah habis.
"Kami siap mati untuk mempertahankan lahan ini. Pemerintah harus merespon aspirasi kami," kata Dewan pembinan Serikat Petani Polombangkeng, Basir Tutu Daeng Toro, Jumat (17/9).Dia mengatakan, dari luas lahan tersebut, sekitar 4500 hektare harus dikembalikan kepada masyarakat. "Kami tidak ingin lagi memperpanjang kontrak kalau harganya tetap Rp 10 rupiah per meter," katanya.
Basir menyebut nilai kontrak tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup pemilik lahan. Dia mengaku selama 25 tahun tanah milik warga hanya dikontrak sebesar Rp 10 rupiah per meter. "Kali ini kami akan manfaatkan sendiri tanah ini dengan menanamkannya dengan padi," ujar dia.
Seorang warga, Nasaruddin mengaku memiliki lahan sekitar 2 hektare, sebagian sudah ditanami tebu. "Tebu yang sudah ditanam itu, kami akan cabut dan saya ganti dengan padi," kata Nasruddin
Ia mengatakan jika perusahaan mau melakukan ganti rugi yang dapat menjamin kesejahteraan, maka kontraknya bisa dilanjutkan. Namun dia tak menyebutkan secara pasti berapa nilai ganti rugi yang diinginkan. "Kami akan bicarakan dengan kelompok tani dulu," katanya.
Daeng Bella, anggota kelompok tani Polombangkeng meminta pemerintah dan Dewan untuk memperhatikan nasib mereka. "Saya harap pemerintah bisa menentukan nilai kontrak yang tidak merugikan kami," ujarnya.
Bella memiliki lahan seluas 3 hektare. "Saya terima uang ganti rugi sebesar Rp 800 ribu selama 25 tahun. Sekarang seribu rupiah pun kami tetap menolak. Kami ingin masalah ini secepatnya selesai," kata dia
Juru bicara PTPN XIV, Bahrun mengatakan masyarakat tidak memiliki hak soal lahan perkebunan tersebut. Dia mengatakan pihaknya akan tetap melanjutkan penanaman tebu di lahan itu. "Kami sudah lakukan ganti rugi," kata Bahrun. "Saya lupa berapa nilainya."
Soal pembebasan lahan, dia menjelaskan, meruapakan urusan tim 9 yang diketuai oleh Bupati Takalar Ibrahim Rewa. "Pembayarannya dengan menggunakan anggaran negara melalui BUMN adalah PTPN. PTP 2425 pada saat itu," kata dia lagi.
Bahrun menyatakan yang mengelola perkebunan tersebut adalah Perusahaan Rajawali. "Tapi kami kerja sama sebab dia hanya menggunakan. Penggunaan lahan itu sampai dengan tahun 2024. Tidak ada kontrak antara masyarakat dengan PTPN. Yang ada HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional," jelasny.
Dyr Wahyanto, pimpinan pengamanan dari Polsek Polombangkeng mempersilakan menyampaikan aspirasinya dengan catatan tidak mengganggu pihak lain. "Tidak diharapkan terjadi benturan antara masyarakat dengan buruh perusahaan," kata Dyr
Dia meminta kepada warga agar menolak penanaman tebu hanya pada lahan yang ada tandanya. "Yang tidak dipasangi bendera, jangan diganggu. Ini bisa ditanami tebu," ujar Dyr.
SAHRUL