Puluhan Tambang Batu Bara di Kawasan Hutan Tanpa Izin Menteri
Minggu, 8 Agustus 2010 18:29 WIB
TEMPO Interaktif, Samarinda - Sebanyak 57 tambang batu bara di dalam kawasan hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tidak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Timur mendesak polisi segera menghentikan aktivitas tambang serta menyeret pihak yang terlibat dalam penerbitan izin ini.
Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur, Isal Wardana, mengatakan aktivitas tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri melanggar aturan menyangkut kehutanan. Menurut Isal, Kepolisian harus berani, tak hanya mengungkap, tapi juga menyeret pihak yang menerbitkan izin kuasa pertambangan (KP) di dalam kawasan hutan lindung.
"Polisi harus menyeret pihak-pihak yang terlibat menjadi mafia perizinan Kuasa Pertambangan (KP) ke proses hukum serta menindak perusahaan pemegang izin KP yang melanggar hukum," kata Isal Wardana, Minggu (8/8).
Berdasarkan data yang dihimpun WALHI Kalimantan Timur terdapat 57 perusahaan pemegang KP eksploitasi batu bara di dalam kawasan Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Konservasi Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar).
Dari hasil penelusuran WALHI Kalimantan Timur, setidaknya sekitar 49.575,12 hektare luas konsesi Kuasa Pertambangan yang dimiliki oleh 41 perusahaan belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan. Selain itu seluas 1.426,23 hektare Kuasa Pertambangan yang dimiliki oleh 16 perusahaan berada di Hutan Konservasi Bukit Soeharto juga tak mengantongi izin dari menteri.
"Sampai dengan awal tahun 2008, Menteri Kehutanan belum pernah menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan di Kabupaten Kutai," ungkapnya.
WALHI mencatat pada Bulan September 2008, baru ada satu perusahaan dengan izin KP, dalam proses pengajuan pinjam pakai kawasan hutan, yaitu PT. Kimco Armindo. Tapi langkah ini tak diikuti perusahaan untuk mengajukan izin pinjam pakai kepada Menteri Kehutanan.
Isal menilai praktek buruk sektor pertambangan yang terjadi di Kutai ini melanggar aturan yang berlaku di Indonesia terutama sektor kehutanan. Pasalnya, izin KP yang berada pada kawasan hutan yang menjadi wewenang Menteri Kehutanan melalui Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Pelanggaran dimaksudkan Ical, yakni UU No. 41 Tahun 1999 yang disempurnakan oleh UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan Pasal 38 dan Peraturan Menteri Kehutanan (PERMENHUT) P.14/Menhut/II/2006 Tanggal 10 Maret 2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan Jo P.64/Menhut/2006 Tanggal 17 oktober 2006 tentang perubahan P.14/Menhut/II/2006, yaitu; pasal 2, pasal 8 ayat 3, pasal 13 ayat 2 dan pasal 18 ayat 1. Sedangkan izin KP yang berada dalam Hutan Konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto tentu saja tidak dibenarkan menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ical menyatakan praktek pertambangan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah aturan yang berlaku sangat berdampak pada kerusakan hutan dan lingkungan hidup. Tidak ada argumentasi yang bisa membantah bahwa izin Kuasa Pertambangan (KP) yang bermasalah tersebut harus dicabut.
"Penyelamatan hutan dan ekosistem mutlak dilakukan sebagai penyeimbang ekosistem yang saat ini semakin terancam keberadaannya," ujarnya.
FIRMAN HIDAYAT