Ketua PBHI: Ancaman Hukuman bagi Golput Terlalu Mengada-ada
Reporter
Editor
Selasa, 22 Juli 2003 14:22 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Hendardi, mengecam pencantuman ancaman hukuman bagi penganjur golongan putih (Golput) dalam RUU Pemilu yang disepakati Panitia Kerja RUU Pemilu DPR. Itu adalah kesepakatan yang salah kaprah, kata dia, melalui siaran persnya di Jakarta, Kamis (6/1). Menurut Hendardi, keberadaan pasal tersebut mencerminkan ketidakpercayaan diri partai-partai politik di DPR. Bahkan ia menilai partai-partai itu menggunakan cara yang arogan atau sok kuasa, dengan merampas hak-hak asasi warga negara. Tidak memilih dalam Pemilu (golput) sepenuh- penuhnya adalah hak politik setiap warga negara yang tidak dapat dibatasi apalagi ditindas dengan sanksi hukum, kata dia. Hendardi menganggap, sikap tidak memilih (golput) dan mengkampanyekannya sama nilainya dengan mengajak dan mengkampanyekan pada orang lain untuk memilih partai tertentu. Kedua-duanya adalah hak, tegasnya. Namun, tambah dia, penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk mengajak orang memilih atau tidak memilih, adalah hal yang diharamkan pula. Akan tetapi, menurut dia, sanksi hukum terhadap penggunaan kekerasan atau ancaman sudah diatur dalam KUHP dan peraturan lainnya. Sehingga hal itu tidak perlu dicantumkan di dalam pasal RUU Pemilu. Hendardi menilai uapaya itu mengada-ada dan terkesan mendramatisir keadaan sehingga memberikan kekhawatiran berlebih pada orang yang tidak mau memilih. Hendardi mengingatkan, pemilu yang gagal karena jumlah orang yang golput meningkat justru menunjukkan kegagalan DPR dan pemerintah dalam melaksanakan pendidikan politik. Selain itu, kian melorotnya kepercayaan publik terhadap partai-partai politik yang berkuasa adalah fakta politik yang tak dapat dipungkiri. Pasalnya, partai-partai itu tidak pernah peduli dengan kepentingan rakyat, tapi justru membohongi rakyat setelah kursi diperoleh. Seharusnya mereka melakukan introspeksi dan memperbaiki diri untuk mengembalaikan kepercayaan rakyat pemilih, bukan malah akal-akalan memproduk hukum represif untuk mengebiri hak-hak rakyat, tutur Hendardi. Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar N. Gumay, saat ditemui terpisah menyatakan, banyaknya partai juga memungkinan membuat masyarakat bingung sehingga memilih golput. Inilah yang memunculkan wacana ada sanksi bagi penganjur golput. Menurutnya, ketakutan ini muncul karena partai merasa tidak lagi mampu menarik massa untuk memilihnya. Harapannya tentu agar jumlah pemilihnya lebih besar dan prosentase perolehan suaranya juga bertambah. Hadar jelas tak setuju dengan wacana tersebut. Sebab, memilih golput adalah juga hak warga negara. (Dara Meutia Uning dan Adi Mawardi-Tempo News Room)
Berita terkait
Polisi Gagalkan Penyelundupan Pekerja Migran di Badau Perbatasan Indonesia-Malaysia
5 menit lalu
Polisi Gagalkan Penyelundupan Pekerja Migran di Badau Perbatasan Indonesia-Malaysia
Supriyanto mengatakan puluhan pekerja migran tersebut rata-rata berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat (NTB).