Ahli Geologi : Metode Bernoulli Tak Efektif Bagi Lumpur Lapindo
Jumat, 28 Mei 2010 13:01 WIB
Apalagi, sejauh ini belum diketahui luas sumber semburan lumpur tersebut. "Harus diteliti dulu lubang di pusat semburan," katanya, Jumat (28/5). Ia mengkhawatirkan munculnya semburan baru jika menggunakan metode Djaja Laksana tersebut.
Menurutnya akan berbahaya, jika semburan baru muncul di pemukiman warga. Sehingga semburan lumpur akan semakin luas dan menjalar ke daerah lainnya.
Menurutnya metode relief well yang tepat untuk menghentikan semburan. Metode ini ampuh digunakan menghentikan semburan serupa di Brunei Darussalam. Metode tersebut gagal lantaran pengeboran terlalu dekat dengan pusat semburan. Ia menyarankan pengeboran dilakukan di luar kolam penampungan lumpur.
Juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Achmad Zulkarnaen mengatakan sejauh ini pihkanya hanya memperkuat tanggul dan menyalurkan lumpur ke sungai Porong. Diantaranya dengan memperbaiki tanggul penahan lumpur juga terus diperkuat dengan menambah tumpukan pasir batu dan membangun pondasi bronjong berupa anyaman kawat berisi batu kali.
Selama ini, empat metode dilakukan untuk menghentikan semburan. Diantaranya Lapindo Brantas. Inc menerapkan metode side tracking dan unit snubbing unit serta tim nasional penanganan lumpur sidoarjo dengan metode relief well dan insersi bola beton. Namun, keempat metode tersebut gagal menyelesaikan semburan lumpur panas.
Sebelumnya, Pengusaha permesinan alumni ITS, Djaja Laksana kembali mengajukan penghentian semburan lumpur Lapindo dengan teori Bernoulli. Ia mempresentasikan cara menghentikan semburan lumpur dihadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo. "Tak hanya menghentikan, juga bisa memasukkan lumpur kembali ke perut bumi," katanya di Sidoarjo.
Menurutnya, tingkat keberhasilan teori Bernoulli mencapai 95 persen. Ia optimistis mampu menghentikan semburan dalam tempo sepekan dengan volume semburan sekitar 120 ribu meter kubik setiap hari.
EKO WIDIANTO