TEMPO Interaktif, Jakarta:Kedutaan Besar Malaysia untuk Indonesia, Senin (3/2), memastikan dua orang yang ditahan Kepolisian Wilayah Surakarta terkait dengan penangkapan sejumlah tersangka kasus bom Bali sebagai warga negaranya. Kepastian tersebut diperoleh setelah staf Kedubes Malaysia menjenguk dua orang Malaysia tersebut masing-masing Usman bin Solekhan dan Paridah binti Abbas, isteri Ali Gufron alias Muchlas, di Polres Sukoharjo dan Polres Klaten. Usman bin Solekhan ditangkap di "Markas Jamaah Islamiyah" di Kampung Sayangan, Laweyan, Solo. Meski ditangkap bersamaan dengan dua tersangka kasus Bom Bali, Herlambang dan Saeful, namun Usman sejak awal dinyatakan tidak terlibat dengan kasus peledakan bom. Usman yang kini menjadi tahanan Polres Sukoharjo dituduh melakukan pelanggaran keimigrasian karena tidak memiliki paspor dan ijin tinggal di Indonesia. Sementara, meski tidak ditahan Polres Klaten, Paridah binti Abas juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Menurut Kapolres Sukoharjo, AKBP Bambang Rudy P, kedatangan tiga staf kedutaan Malaysia di Jakarta tersebut didampingi oleh Tim Investigasi Mabes Polri. Pertemuan tersebut berlangsung selama lima jam, dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Selain dipertemukan dengan langsung Usman, staf Kedutaan juga memberikan keterangan kepada polisi perihal kewarganegaraannya. "Untuk bukti otentik yang bisa dipergunakan sebagai alat bukti di persidangan, masih dicarikan," ujar Rudy. Berkas pemeriksaan Usman sendiri sebenarnya sudah selesai dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Menurut Kapolres, pihak penuntut juga telah melayangkan P-19 agar polisi melengkapi bukti-bukti, termasuk surat keterangan yang menunjukkan Usman sebagai warga negara Malaysia. Saat ditangkap, Usman tidak memiliki selembar pun identitas yang menunjukkan dia sebagai warga negara Malaysia. "Polres dijanjikan akan dicarikan surat keterangan tersebut," tukas Rudy. Seusai menemui Usman, staf Kedubes Malaysia kemudian meluncur ke Polres Klaten untuk menemui isteri Muchlas. Paridah, yang sekarang tinggal di Tulung, Klaten, ini didampingi oleh delapan orang pengacaranya. Namun, saat pertemuan berlangsung hanya seorang pengacara yang diperbolehkan masuk. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup. Menurut pengacara Paridah yang ikut dalam pertemuan tersebut, Vera Kartika Giantari SH, kedatangan pihak kedutaan besar Malaysia tersebut adalah sebagai bentuk kepedulian Pemerintah Malaysia atas nasib warganya. "Tadi ibu Paridah sempat ditanya, bagaimana kondisinya dan segala macam, pihak kedutaan Malaysia juga menawarkan bantuan yang mungkin diperlukan ibu Paridah tapi oleh yang bersangkutan ditolak dengan alasan belum memerlukannya," ujar Vera. Pertemuan Paridah dengan utusan pemerintah Malaysia tersebut berlangsung singkat, tidak lebih dari satu jam. Selain dari kedutaan yang diwakili dua orang stafnya masing-masing Natsir dan Joy, juga ikut dalam rombongan dari Bukit Aman (semacam Mabes Polri) Superintendent Aziz. Pihak kedutaan Malaysia sendiri tidak bersedia untuk memberikan keterangan. Mereka segera meninggalkan Mapolres Klaten begitu usai pertemuan. (Imron Rosyid-Tempo News Room)