“Tapi nggak dari Gus Dur. Saya tidak pernah menghubungkan ini dengan Gus Dur, apakah benar Gus Dur mengatakan itu, rasanya sih tidak begitu,” kata Marzuki kepada TEMPO Interaktif, di Kejaksaan Agung, Selasa (27/2) malam.
Ketua DPP Golkar ini mengatakan bahwa dirinya baru mendengar kabar adanya desakan agar Syamsul Muarif mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua FPG kemarin dan dari TEMPO Interaktif, bahwa ada desakan agar Syamsul mundur dari posisi Ketua Fraksi. Ia juga mengaku sudah bertemu dengan Akbar Tandjung dan membicarakan mengenai desakan mundur terhadap Syamsul Muarif itu.
Dijelaskan oleh Marzuki, bahwa desakan yang meluas itu perlu dibicarakan dalam intern fraksi. Namun karena sudah lama tidak mengurus Golkar dan fraksi ia memilih menyampaikan itu kepada Akbar. “Sekarang kan saya tidak boleh kelihatan berpolitik,” kata dia.
Apakah dengan pernyataan itu berarti ia ikut mendesak agar Syamsul mundur? Marzuki mengelak. “ Belum tentu. Namun secara pribadi saya dapat mengerti soal desakan itu,” tandasnya.
Menurutnya, desakan mundur terhadap Syamsul Muarif merupakan masalah internal Golkar yang perlu penyelesaian. Terutama melihat perkembangan situasi umum yang menginginkan partai berlambang beringin itu bubar menyusul munculnya memorandum terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. Dalam kondisi seperti itu, menurut Marzuki sebaiknya ada tanda perubahan dari wajah Golkar. “Yang paling gampang barang kali dari fraksinya,” ujar Marzuki.
Dijelaskan, tekanan agar Golkar dibubarkan mereda dan masyarakat melihat adanya perubahan wajah Golkar, maka perlu pembentukan persepsi masyarakat. Sebab, kendati paradigma dan aktivis Golkar merasa sudah berubah persepsi masyarakat sendiri masih belum berubah juga.
Marzuki tertawa saat ditanya, mengapa bukan Akbar yang diminta mundur karena wajah Orba dipresentasikan oleh Ketua DPP Golkar dan Ketua DPR RI itu. “Saya nggak tahu, rupanya yang diangap wajah utama dalam memorandum adalah Pak Syamsul ini,” kata Marzuki. (Jobpie Sugiharto)