Muhammad Belfas: Tidak Benar Saya Penghubung Usamah
Selasa, 7 Oktober 2003 14:38 WIB
Terakhir, ia dikaitkan dengan penangkapan Agus Budiman, seorang warga negara Indonesia yang dituduh kejaksaan Amerika Serikat pernah membantu meminjamkan paspornya kepada salah seorang pembajak yang gagal masuk ke AS. Atas segala tuduhan yang menurutnya tak masuk akal itu, Belfas cuma bisa menghela nafas panjang dan menggeleng-gelengkan kepala.
“Ini kampanye anti-Islam,” kata pegawai kantor pos itu kepada wartawan majalah TEMPO, Karaniya Dharmasaputra, yang mewawancarainya secara khusus di sebuah hotel di Hamburg, Jerman, Rabu (12/12) malam. Berikut petikan wawancara lengkapnya dengan lelaki berwajah teduh dan berpembawaan simpatik yang namanya masuk dalam daftar 370 orang yang paling diburu FBI.
Bagaimana Anda bisa terkait dengan urusan ini?
Tanggal 13 September, dua hari setelah peledakan WTC, petugas BKA (FBI-nya Jerman, red) datang ke rumah saya. Banyak sekali, sampai itu jalan raya ditutup. Caranya kasar sekali. Mereka datang dari pukul 14.30 dan meninggalkan rumah saya pukul 02.30 dini hari. Entah apa yang mereka cari. Mereka mengambil beberapa barang saya dan sampai sekarang belum dikembalikan: kaset, video, jaket, celana, gesper, buku, paspor, dan lain-lain. Itu semua nggak jadi soal kalau mereka datang baik-baik. Saya juga mau bantu mereka. Tidak ada yang saya sembunyikan.
Mereka menunjukkan surat penggeledahan?
Mereka bilang nanti akan disusulkan. Tapi sampai sekarang tidak pernah saya terima. Mereka bilang ini sesuai undang-undang darurat. Yang membuat saya tertekan, tetangga-tetangga saya, rata-rata orang tua, jadi pada ketakutan. Teman-teman saya di kantor pos juga pada curiga. Tapi, mau saya jelaskan bagaimana? Yang dimuat di surat kabar, yang bukan-bukan sudah. Saya katanya anggota jaringannya Usamah bin Ladin.
Anda masuk daftar buruan FBI?
Saya juga dengar begitu, tapi itu malah cuma saya baca di koran.
Anda diperiksa polisi?
Tiga hari setelah penggeledahan saya diperiksa di kantor polisi. Mereka menunjukkan beberapa foto. Beberapa orang yang berasal dari Hamburg, memang saya kenal. Ada yang saya tidak kenal. Saya ini kenal banyak orang, atau lebih tepat lagi, banyak orang yang mengenal saya. Tapi cuma kenal sepintas lalu saja. Banyak diantaranya mahasiswa. Tapi saya rasa mereka orang baik-baik.
Benarkah Anda orang penghubung dan pemegang keuangan Usamah di Hamburg?
Tidak benar sama sekali. Saya tahunya justru dari baca koran.
Bagaimana Anda mengenal Agus Budiman?
Si Agus ini dulu pernah tinggal sama saya. Kami berkawan baik. Hubungannya memang luas. Tapi, dia bukan tipe teroris. Nggak ada itu. Setelah dia tamat belajar, dia mengajak saya pergi jalan-jalan ke Amerika. Dia punya adik di Maryland. Saya pikir bagus juga. Kebetulan dapat tiket murah. Tiga bulan saya di sana, mulai Oktober 2000, di Maryland, Virginia, dan Washington. Untung saya waktu itu tidak jadi pergi ke New York. Alhamdulillah. Kalau tidak, pasti tuduhan untuk saya lebih hebat lagi.
Untuk apa Anda membuat SIM palsu dengan alamat Agus?
Bikin SIM di sana kan gampang. Jadi, saya bikin hanya untuk kenang-kenangan pernah tinggal di Amerika. Itu bukan SIM palsu. Saya bikin dengan prosedur resmi di Virginia, saya tunjukkan SIM Jerman saya, lalu bayar USD 12. Jadi, apanya yang palsu? Memang, address yang dipakai adalah alamat lama Agus di Virginia. Jadi, kesalahannya cuma di situ saja.
Anda kenal Mohammed Atta, tertuduh pengebom WTC?
Ya saya kenal. Sering ketemu di masjid. Orangnya baik, pendiam. Saya yakin bukan dia pelakunya. Nggak mungkin. Guru terbangnya saja katanya belum pernah bawa Boeing, apalagi si Atta. Bawa pesawat capung saja belum pernah. Yang saya tahu malah katanya dia pernah menelepon ayahnya di Mesir sehari setelah kejadian. Kan berarti dia masih hidup. Wallahualam.
Jadi, menurut Anda apa di balik semua ini?
Ini kampanye anti Islam. Kami umat muslim di sini jadi merasa terancam. Kalau ada apa-apa, kan saya bisa jadi sasaran. Padahal saya tidak tahu apa-apa sama sekali.(Karaniya Dharmasaputra)