Cegah Pedagang Curang, Pos Deteksi Timbangan Masuk Pasar
Selasa, 18 Agustus 2009 18:59 WIB
Fasilitas ini hari ini mulai difungsikan di Pasar Kosambi, Bandung. Konsumen yang membeli barang bisa mengecek ulang besar timbangannya. Jika ditemukan besarannya kurang, petugas Balai Pengelolaan Laboratorium Kemetrologian dinas itu bisa diajak untuk menunjukkan pedagang yang menjual barang itu.
Menurut Agus, fasilitas itu untuk menekan kecurangan pada penimbangan di pasar-pasar tradisional. “Kalau kejadian ini menimpa dalam jumlah besar, justru akan merugikan karena sistem perdagangan jadi tidak sehat,” katanya.
Pemerintah Jawa Barat sendiri baru memiliki 2 unit alat timbang digital yang dirangcang untuk bisa dipindahkan. Gara-gara jumlahnya yang minim, Dinas Perindustrian dan Perdagangan menyiapkan jadwal khusus untuk mengoperasikannya di pasar-pasar tradisional di seluruh Jawa Barat.
Agus mengatakan, fasilitas yang menjadi kepanjangan fungsi tera ulang timbangan itu tidak ditaruh di setiap pasar. Soalnya kewenangan untuk tera alat ukur seperti timbangan hanya ada di tingkatan pemerintah provinsi. “Kita akan coba di setiap wilayah ada 1 alat semacam ini,” katanya.
Selain melalui Pos Ukur Ulang, dinas itu tengah menyiapkan layar elektronik di Pasar Induk Caringin, Bandung. Layar itu untuk menampilkan perkembangan harga harian sejumlah komoditas yang diperdagangkan di pasar. Agus mengatakan, informasi harga sistem elektronik ini untuk memberikan kepastian bagi konsumen. “Ini untuk meningkatkan kualitas pasar tradisional,” katanya.
Djasri, Fungsional Penerang, yang mengoperasikan alat itu mengatakan, jika ditemukan timbangan yang salah, petugas meminta konsumen untuk mengantarkannya pada pedagang yang menjualnya. Dari sana, lanjutnya, akan dilihat masalahnya apakah ada pada alat atau memang orangnya yang nakal.
Dia mengakui, kesadaran pedagang untuk secara berkala menera ulang alat ukurnya makin turun. Padahal, lanjutnya, bagi yang main-main dengan alat ukur seperti timbangan untuk perdagangan bisa diganjar kurungan 1 tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta. “Ini tercantum dalam Undang-Undang Metrologi Legal,” katanya.
Dari pantauan Tempo, dari sejumlah pembeli yang mengukur ulang hasil timbangan belanjaannya kebanyakan hitungannya malah berlebih beberapa ons dari timbangan sebenarnya. Namun, ada satu pembeli yang membeli ikan 1 kilogram ternyata saat ditimbang beratnya hanya 0,76 kilogram. Saat Djasri memintanya menunjukkan pedagannya, sang pembeli enggan menunjukkannya gara-gara harus ikut bersama petugas itu.
AHMAD FIKRI