Kata Ketua DPD Sultan Najamudin Soal Banyaknya Menteri di Kabinet Prabowo
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Jumat, 18 Oktober 2024 12:06 WIB
Menurut pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, tidak ada kebutuhan yang mendesak bagi Prabowo mengoperasikan jumlah kementerian lebih dari saat ini. Banyaknya jumlah kementerian berisiko semakin membebani anggaran negara.
“Ini upaya untuk bagi-bagi kue kekuasaan, mengingat gemuknya koalisi partai politik pendukung Prabowo," kata Feri melalui pesan suara singkat pada Sabtu, 12 Oktober 2024.
Dalam dokumen berjudul Gambaran Nomenklatur Mitra AKD (Alat Kelengkapan Dewan) yang diterima Tempo, Prabowo disebut bakal mengoperasikan sebanyak 46 kementerian di kabinetnya. Jumlah ini lebih banyak dari jumlah kementerian yang beroperasi, baik di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono maupun Joko Widodo yang berjumlah 34.
Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan alih-alih mengoperasikan kabinet pemerintahan yang gemuk, Prabowo mestinya membentuk kabinet yang efisien dengan mayoritas komposisinya berasal dari kalangan profesional non-partai alias kabinet zaken.
Kabinet zaken, kata dia, amat dibutuhkan dalam kondisi saat ini. Menurut dia, kabinet zaken akan minim konflik kepentingan hingga tak bakal memerlukan anggaran yang besar dalam pengoperasiannya, mengingat jumlahnya yang efisien.
“Jika jumlahnya sebanyak ini, tentu bukan kabinet zaken namanya. Ini upaya untuk mengakomodasi partai di koalisi dan partai yang baru bergabung," ujar Herdiansyah.
Peneliti politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar, sependapat dengan Herdiansyah. Ia mengatakan, sebelumnya jumlah kementerian Prabowo disebut sebanyak 41. Namun isu penambahan muncul di tengah rencana pertemuan Prabowo dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
“Penambahan ini jadi sarat kepentingan politik setelah ada kemungkinan PDIP bergabung,” kata Usep.
Apabila PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo, kata dia, maka tidak akan ada lagi partai di luar pemerintahan. Usep mengatakan kondisi seperti ini bakal berdampak buruk terhadap demokrasi karena hilangnya fungsi checks and balances di pemerintahan. PDIP merupakan partai pemenang di pemilihan legislatif lalu.
“Ini berbahaya bagi demokrasi karena tidak ada oposisi yang mengawasi jalannya pemerintahan," kata Usep.
Selanjutnya, alasan Prabowo membentuk kabinet gemuk…