Asal-usul 5 Oktober Ditetapkan sebagai HUT TNI
Reporter
Muhammad Rafi Azhari
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Sabtu, 5 Oktober 2024 08:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia atau TNI memperingati HUT ke-79 pada hari ini, Sabtu, 5 Oktober 2024. Sebuah momen penting dalam sejarah Indonesia yang menandai kelahiran kekuatan militer negara ini. Namun, kenapa 5 Oktober ditetapkan sebagai HUT TNI?
Dilansir dari Tempo, TNI lahir dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali melalui kekerasan.
Selama periode kritis Perang Kemerdekaan Indonesia yang berlangsung antara tahun 1945 hingga 1949, TNI mengalami perkembangan penting yang mencerminkan perannya sebagai tentara rakyat, tentara revolusi, dan tentara nasional.
Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, menjadi cikal bakal TNI saat ini. TKR sebelumnya bernama Badan Kesatuan Rakyat (BKR). Nama TNI baru digunakan setelah diresmikan Presiden Sukarno pada 3 Juni 1947.
Meskipun menjadi kekuatan yang baru lahir, TNI dihadapkan pada berbagai tantangan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tantangan dalam negeri mencakup tekanan politik dari golongan komunis yang ingin memengaruhi TNI serta konflik bersenjata dan pemberontakan.
Pemberontakan ini seperti yang terjadi di Madiun dan Darul Islam (DI) di Jawa Barat, yang semuanya mengancam kedaulatan negara. Dari luar negeri, TNI harus menghadapi dua Agresi Militer Belanda yang dilengkapi dengan persenjataan modern.
Untuk menghadapi Agresi Militer Belanda, bangsa Indonesia meluncurkan Perang Rakyat Semesta, sebuah upaya yang menggerakkan semua sumber daya nasional, TNI, dan partisipasi masyarakat. Dengan kerjasama ini, TNI berhasil mempertahankan integritas dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan dibentuklah Angkatan Perang RIS (APRIS), yang merupakan gabungan TNI dan bekas tentara Belanda KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger). Ketika Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada tahun 1950, APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Periode ini, yang disebut sebagai Periode Demokrasi Liberal, juga dicirikan oleh berbagai pemberontakan dalam negeri.
TNI terlibat dalam mengatasi pemberontakan seperti Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, Pemberontakan Andi Azis di Makassar, dan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Sementara DI TII di Jawa Barat memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah Indonesia. Semua pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh TNI dengan dukungan elemen masyarakat lainnya.
<!--more-->
Tantangan berkelanjutan dan perubahan politik terus mempengaruhi peran TNI dalam sejarah Indonesia, mendorong adaptasi dan pembenahan dalam organisasi dan tugasnya. Dalam perannya yang berkembang, TNI tetap berfokus pada menjaga keamanan dan stabilitas negara serta mendukung pembangunan nasional, menjadikannya sebagai pilar penting dalam menjaga kedaulatan dan keselamatan Indonesia.
TNI telah mengalami banyak perubahan dan transformasi selama sejarahnya. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004, peran dan fungsi TNI dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara diatur dengan jelas.
TNI bertugas sebagai penangkal terhadap ancaman militer dan bersenjata dari dalam dan luar negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Selain itu, TNI juga bertugas dalam pemulihan kondisi keamanan yang terganggu akibat berbagai gangguan.
Perubahan politik dan perkembangan di Indonesia, termasuk pemisahan TNI dan Polri pada 1999, telah membentuk TNI saat ini sebagai salah satu institusi pertahanan negara yang profesional dan modern. TNI terus berupaya memenuhi tugasnya untuk menjaga keamanan dan kedaulatan Indonesia, serta mendukung pembangunan nasional.
Peringatan HUT TNI pada 5 Oktober adalah waktu yang tepat untuk merenungkan sejarah panjang TNI dalam memperjuangkan kemerdekaan dan melindungi keamanan negara.
M RAFI AZHARI | EKO ARI WIBOWO
Pilihan Editor: Jokowi Minta Maaf Berkali-kali di Ujung Jabatan, Begini Kata Istana dan Pengamat Politik