Makin Sering Aksi Premanisme Bubarkan Paksa Diskusi, SETARA Institute: Teror Kebebasan Sipil
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Minggu, 29 September 2024 08:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Acara silaturahmi yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu pagi, 28 September 2024, berujung ricuh. Dalam video yang beredar, terlihat sekelompok orang lakukan aksi premanisme, anarkis merusak panggung, menyobek backdrop, mematahkan tiang microphone, dan mengancam para peserta yang baru hadir.
Acara ini awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dan sejumlah tokoh dan aktivis nasional terkait isu kebangsaan dan kenegaraan. Beberapa tokoh diundang sebagai narasumber, di antaranya pakar hukum tata negara Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Soenarko, serta Ketua dan Sekjen FTA, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.
SETARA Institute mengecam keras terjadinya pembubaran secara paksa diskusi yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu pagi, 28 September 2024. Acara silaturahmi yang dihadiri sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin, Said Didu, dan Refly Harun tersebut diacak-acak oleh sejumlah orang tak dikenal.
“Mereka membubarkan secara paksa kegiatan diskusi tersebut dengan mengacak-acak ruangan diskusi. Sementara aparat kepolisian hanya menonton dan membiarkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh mereka,” kata Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 28 September 2024.
Berkenaan dengan pembubaran diskusi Forum Tanah Air tersebut, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan. Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya pembubaran diskusi secara paksa oleh aksi premanisme. Pembubaran diskusi merupakan teror terhadap kebebasan berekspresi dan ancaman atas ruang sipil yang semakin menyempit.
Kedua, SETARA Institute juga mengecam tindakan pembiaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian atas aksi premanisme dalam pembubaran ini. Aparat kepolisian seharusnya mengambil tindakan yang presisi, untuk melindungi kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresi dalam diskusi.
“Pembiaran yang dilakukan oleh aparat negara merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia (violation by omission),” kata Halili.
Ketiga, aksi premanisme yang meneror kebebasan sipil bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya terjadi kekerasan serupa yang mengintimidasi dan menakut-nakuti masyarakat sipil dan media dalam berekspresi, antara lain perusakan kendaraan Jurnalis Majalah Tempo Hussein Abri Dongoran.
“SETARA Institute mendesak pemerintah, khususnya aparat kepolisian, untuk mengusut tuntas sejumlah aksi premanisme dan mempertanggungjawabkan kepada publik penanganan aksi premanisme dimaksud,” katanya.
Keempat, pembubaran diskusi melalui aksi premanisme tersebut dalam pandangan SETARA Institute merupakan alarm nyaring yang menandai bahwa kebebasan sipil semakin menyempit di tengah demokrasi yang semakin surut (regressive democracy).
Selanjutnya: Pembubaran Paksa Lainnya
<!--more-->
Sekelompok orang tak dikenal melakukan intimidasi di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, terhadap aksi teatrikal 'Raja Jawa' yang digelar elemen masyarakat sipil, pada Jumat petang, 27 September 2024.
Sekelompok orang tak dikenal merebut paksa atribut yang dibawa massa aksi. Jumlah kelompok tak dikenal itu lebih banyak dari jumlah massa aksi.
Elemen masyarakat sipil awalnya menggelar aksi untuk menyuarakan melawan darurat demokrasi dan darurat iklim. Aksi ini digelar sebagai kritik terhadap berbagai peristiwa sosial politik yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam undangan aksi, massa disebut akan mengarak 'Raja Jawa' dan membacakan '7 deadly sins' dari rezim yang dianggap telah memperburuk kondisi demokrasi dan kelestarian lingkungan.
Massa aksi kemudian membubarkan diri sekitar pukul 15.37 WIB. Massa aksi saling bergandengan tangan ketika membubarkan diri. Mereka turut dikawal aparat kepolisian.
Beberapa bulan sebelumnya, pembubaran paksa forum diskusi juga terjadi di Denpasar, Bali pada Senin, 20 Mei 2024. Kala itu acara People’s Water Forum (PWF) 2024 di Institut Seni Indonesia, Denpasar, Bali diberhentikan paksa oleh ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN). PWF 2024 merupakan acara tandingan World Water Forum (WWF) 2024 yang dibuka Presiden Jokowi di Bali.
PGN membubarkan kegiatan People’s Water Forum 2024 lantaran dinilai melanggar imbauan lisan Penjabat Gubernur Bali Mahendra Jaya. Adapun imbaun tersebut disampaikan dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Bali, khususnya pada 18 hingga 25 Mei 2024 untuk WWF.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA), Reza Sahib, menuturkan, massa PGN berkali-kali mendatangi tempat kegiatan dan meminta pelaksanaan PWF 2024 dihentikan. Padahal, PWF 2024 adalah forum masyarakat sipil yang ditujukan sebagai ruang mengkritisi privatisasi air dan mendorong pengelolaan air untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam membubarkan kegiatan, Reza mengatakan ormas PGN menggunakan cara-cara yang memaksa dan melanggar hukum. Dia mencatat, kelompok ini telah merampas banner, baliho, dan atribut agenda secara paksa. “Bahkan melakukan kekerasan fisik kepada beberapa peserta forum,” kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Mei 2024.
Intimidasi ini bukan kali pertama diterima panitia PWF 2024. Sebelumnya, beberapa panitia juga telah mendapatkan intimidasi dan teror dari aparat negara yang meminta untuk tidak mengadakan agenda PWF tahun ini. Pembatalan beberapa tempat acara juga dilakukan, karena pengelola tempat mendapatkan intimidasi.
Pilihan Editor: SETARA Institute Kecam Aksi Premanisme Bubarkan Diskusi FTA oleh Orang Tak Dikenal, Singgung Polisi Tak Berbuat Apa-apa