Fenomena Penggantian Caleg Terpilih di Pemilu 2024, Analis Politik: Rugikan Pemilih
Reporter
Annisa Febiola
Editor
Juli Hantoro
Senin, 23 September 2024 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan penggantian calon anggota legislatif atau caleg terpilih merugikan rakyat yang memilihnya dan mengingkari amanah mereka. Musababnya, rakyat telah memberikan hak suaranya kepada calon tersebut.
"Tapi kan yang terjadi, partainya suka-suka. Partainya mungkin ingin mengganti yang menang itu dengan yang kalah, maka membuat sebenarnya pola tersebut tidak sehat," kata Ujang saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 21 September 2024.
Dia menilai bahwa kondisi tersebut layaknya lelucon, ketika orang yang menang disuruh mundur, lalu digantikan dengan yang kalah. "Ini kan menjadi sebuah permainan yang lucu, tapi terjadi di Indonesia begitu dan banyak di beberapa tempat terjadi."
Pendapat serupa juga diutarakan pengamat politik Adi Prayitno. Dia mengatakan, caleg terpilih memang sangat bisa diganti dan sudah banyak contohnya. Salah satu alasan umum dalam penggantian caleg sebelum dilantik adalah karena ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dengan demikian, partai dapat mengusulkan penggantian dengan kader dari partai yang sama, yang memperoleh suara terbanyak kedua.
"Ada juga caleg terpilih itu mundur karena misalnya diberhentikan oleh partainya, karena konflik dengan partai. Karena konflik dengan partai, dipecat keanggotaannya dari partai," kata Adi kepada Tempo.
Jika seorang caleg terpilih sudah tidak berstatus anggota partai, maka dia dianggap tidak sah sebagai calon legislastif. Dari sinilah partai dapat menunjuk siapa penggantinya. "Meski kalau mau jujur, sebenarnya dia mengingkari pilihan dan amanat rakyat," kata Adi.
Kasus lain yang dia soroti adalah caleg mundur karena permintaan partai. Sederhananya, kata dia, elite-elite partai menghendaki agar kader yang diinginkan dapat dilantik sebagai anggota dewan.
"Mestinya, undang-undang harus mengatur bahwa caleg terpilih dengan suara terbanyak haram hukumnya diganti secara paksa oleh partai, karena itu dianggap menghianati rakyat," ujarnya.
Beda cerita jika caleg terpilih mundur karena akan bertarung di Pilkada, sakit, atau berhalangan tetap. Alasan seperti ini, kata dia lebih rasional, karena dilakukan secara sukarela.
"Tapi kalau mundur karena dipaksa, karena partai itu lebih menyorongkan kader yang diinginkan, tentu itu sangat mengkhianati suara rakyat," ujar Adi.
Sebelumnya PKB mengganti dua caleg terpilihnya di Pemilu 2024, yaitu Achmad Ghufron Sirodj alias Lora Gopong dan Mohammad Irsyad Yusuf atau Gus Irsyad. Keduanya kini tengah mengajukan gugatan ke PTUN atas penggantian mereka oleh DPP PKB.