Peringati New York Agreement 1962, KNPB Wajibkan Rakyat Papua Barat Libur 15 Agustus
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Amirullah
Minggu, 4 Agustus 2024 18:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Papua Barat atau KNPB mewajibkan seluruh rakyat Papua Barat, mulai dari Raja Ampat hingga Almasuh, untuk libur pada 15 Agustus 2024. Ketua I KNPB Pusat, Warpo Sampai Wetipo menyatakan, bahwa pihaknya akan memperingati Agustus sebagai bulan rasisme lewat aksi demontrasi.
"Pada 15 Agustus 2024, kami wajib dan harus libur atau tidak ada aktivitas," kata Warpo dalam keterangan tertulis, Ahad, 4 Agustus 2024.
Warpo juga mengatakan, KNPB mengundang seluruh rakyat Papua Barat untuk memperingati momen bersejarah, yaitu New York Agreement pada 15 Agustus 1962. Perjanjian ini memuat kesepakatan pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda ke Indonesia.
Undangan libur pada 15 Agustus 2024 ini ditujukan kepada 32 elemen masyarakat Papua Barat. Di antaranya seperti pimpinan eksekutif, legislatif, serta yudikatif se-Tanah Papua, seluruh pegawai negeri sipil, pimpinan dan kader KNPB se-Tanah Papua, Majelis Rakyat Papua, dan lainnya.
KNPB juga mengundang Pangdam Cendrawasih beserta jajaran, Kapolda Papua beserta jajaran, pimpinan gereja, ulama, dan imam masjid se-Tanah Papua, para advokat, dan pimpinan dewan adat Papua. Sejumlah pimpinan Organisasi Papua Merdeka atau OPM juga turut diundang, seperti Melanesia Barat, United Liberation Movement for West Papua, Parlemen Nasional West Papua, serta sejumlah organisasi gerakan sipil lain.
Warpo meminta kepada seluruh masyarakat Papua Barat melepaskan segala kesibukannya untuk melakukan aksi demo yang berlangsung di Jalan Raya Abepura hingga Sentani, dan Jalan Raya Abepura sampai Jayapura. "Mulai dari individu maupun kelompok dengan kesadaran kolektif, wajib dan harus ikut gabung dukung aksi demo damai tanpa kekerasan," ujarnya.
Dia meminta kepada masyarakat Papua Barat untuk mengedepankan nilai keadilan, kebenaran, kejujuran, dan kemanusiaan sejati selama aksi demo berlangsung. Warpo juga mengimbau kepada aparat keamanan untuk tidak memprovokasi hingga mengkriminalisasi masyarakat saat aksi demo.
"Kami adalah rakyat terjajah, entah Anda Papua maupun non-Papua. Musuh kita bukan rambut lurus atau keriting, bukan juga kulit hitam atau kuning," ucapnya. Menurut dia, musuh rakyat adalah sistem negara yang kapitalis.
Pilihan editor: Kabar Golkar Sepekan: Dedi Mulyadi Didukung untuk Pilkada Jabar dan Peluang Ridwan Kamil