Presiden Jokowi Didesak Tarik Pasukan TNI-Polri Non-Organik di Papua

Selasa, 23 Juli 2024 18:18 WIB

Kapolres Nduga, AKBP V. J. Parapaga mengatakan situasi di Kabupaten Nduga, Papua kembali aman pasca konflik antar kelompok. Tim keamanan tetap melakukan patroli dan pengawasan di titik-titik rawan sejak Minggu, 18 Februari 2024. Foto: Humas Polda Papua

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi agar menarik seluruh pasukan TNI-Polri non-organik di Papua. Desakan penarikan pasukan itu mengemuka setelah insiden penembakan tiga warga sipil oleh militer Indonesia di Distrik Mulia, Puncak Jaya, Papua Tengah pada 16 Juli lalu.

"Kami mendesak Presiden Jokowi menarik seluruh pasukan TNI-Polri non-organik di Papua yang tidak dibuat berdasarkan kebijakan politik negara," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, lewat keterangan tertulis atas nama koalisi, Selasa, 23 Juli 2024.

Koalisi masyarakat sipil ini terdiri atas Imparsial, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, Setara Institute, dan sejumlah lembaga nonpemerintah lainnya. Sesuai catatan koalisi masyarakat sipil, terdapat 1.837 personel keamanan yang diterjunkan ke Papua sejak Januari hingga Juli 2024. Mereka terdiri atas 100 personel berasal dari Kepolisian Republik Indonesia dan 1.737 dari TNI.

Isnur menilai banyaknya jumlah personel TNI yang diturunkan itu berbanding lurus dengan jumlah konflik di Papua. Mereka mencatat 24 peristiwa kekerasan sepanjang awal hingga pertengahan tahun ini. Kekerasan itu mengakibatkan 12 orang meninggal, 22 korban luka, dan 95 orang ditangkap aparat keamanan.

Insiden terbaru adalah penembakan terhadap tiga warga sipil di Puncak Jaya, Selasa pekan lalu. Personel Satuan Tugas Batalion Infantri RK 753/AVT menembak mati tiga orang yang diduga dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Puncak Jaya. Pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) membantahnya. Mereka menyebut korban penembakan itu adalah warga sipil. Versi TPNPB-OPM, ketiganya adalah Kepala Desa Kalome Distrik Mepogolok, Tonda Wanimbo; Kepala Desa Dokkome, Pemerintah Murib; serta seorang warga sipil bernama Dominus Enumbi.

Advertising
Advertising

Adapun versi TNI, ketiga orang itu merupakan kelompok bersenjata dengan pimpinan Teranus Enumbi. TNI menyebut ketiga korban yang meninggal berinisial SW (33 tahun), YW (41 tahun), dan DW (36 tahun). Adapun Teranus Enumbi melarikan diri saat penembakan.

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Cendrawasih XVII Letnan Kolonel Infantri Candra Kurniawan mengatakan pihaknya selalu menjunjung tinggi penegakan hukum dalam menindak kelompok OPM. Ia mengatakan penembakan terhadap kelompok kriminal bersenjata itu berdasarkan informasi dan bukti-bukti yang dimiliki.

"Dalam proses penindakan OPM telah berdasarkan informasi, keterangan, data, dan bukti-bukti," kata Candra, Sabtu, 20 Juli 2024.

Ia menjelaskan, insiden penembakan itu bermula saat satgas mendeteksi keberadaan OPM yang memasuki pemukiman, salah satunya Teranus Enumbi, buron tindak pidana penyerangan aparat keamanan pada 2018. "Teranus Enumbi bersama beberapa orang lainnya memasuki pemukiman di kampung Karubate, Distrik Muara dengan membawa senjata api," kata dia.

Satgas lantas menuju ke lokasi. Selanjutnya, kata Candra, kelompok OPM melakukan perlawanan dengan mengeluarkan tembakan ke arah prajurit TNI. "Sehingga prajurit TNI melumpuhkan dan menembak gerombolan tersebut," katanya.

Insiden penembakan ini memicu amarah warga Distrik Mulia, Puncak Jaya. Mereka berunjuk rasa di sana hingga berujung anarkistis pada Kamis pekan lalu. Kerusuhan itu mengakibatkan seorang warga bernama Abdullah Jaelani (30 tahun) meninggal akibat terkena benda tajam. Empat orang lainnya terluka, satu di antaranya adalah Komandan Batalion 753/AVT Mayor Inf Novald Dermawan. Ia terkena lemparan batu di bagian kepala.

Muhammad Isnur menilai peristiwa penembakan terhadap tiga orang sipil tersebut merupakan ekses buruk dari pendekatan keamanan dalam menangani konflik Papua. "Akhirnya berimplikasi pada meluasnya eskalasi konflik, yang dalam berbagai kasus berujung pada kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia," kata Isnur.

Menurut Isnur, pendekatan keamanan tidak akan bisa menjawab akar permasalahan di Papua. Pendekatan keamanan justru akan membuat suasana di masyarakat selalu mencekam.

Koalisi masyarakat sipil juga mendesak agar Presiden Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat mengevaluasi total pendekatan keamanan di Papua. Mereka menyarankan agar pemerintah lebih mengedepankan pendekatan dialog setara dalam menyelesaikan konflik Papua.

Pilihan Editor: Konflik di Papua Makin Membara

Berita terkait

Polri Siapkan Rekayasa Lalu Lintas pada Hari Pelantikan Presiden

14 menit lalu

Polri Siapkan Rekayasa Lalu Lintas pada Hari Pelantikan Presiden

Antisipasi membludaknya volume lalu lintas saat hari pelantikan presiden, Polri akan siapkan rekayasa lalu lintas.

Baca Selengkapnya

Sejak 2020, Program Kartu Prakerja Salurkan Total Insentif Rp 41,59 Triliun ke Peserta Program

31 menit lalu

Sejak 2020, Program Kartu Prakerja Salurkan Total Insentif Rp 41,59 Triliun ke Peserta Program

Total insentif yang disalurkan dalam Program Kartu Prakerja kepada seluruh peserta sejak 2020 hingga 30 September 2024 mencapai Rp 41,59 triliun.

Baca Selengkapnya

TNI Kerahkan 24 Ribu Personel Gabungan untuk Pengamanan Pelantikan Prabowo-Gibran

41 menit lalu

TNI Kerahkan 24 Ribu Personel Gabungan untuk Pengamanan Pelantikan Prabowo-Gibran

Personel gabungan TNI yang berasal dari tiga matra akan dikerahkan untuk mengamankan proses pelantikan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

TNI Siagakan Sniper dan Antidrone untuk Pengamanan Pelantikan Presiden

1 jam lalu

TNI Siagakan Sniper dan Antidrone untuk Pengamanan Pelantikan Presiden

TNI kerahkan 100 ribu personel untuk amankan pelantikan presiden pada 20 Oktober nanti.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Kerugian Negara selama Era Jokowi Mencapai Rp 290 Triliun

2 jam lalu

ICW Sebut Kerugian Negara selama Era Jokowi Mencapai Rp 290 Triliun

Di Aksi Kamisan terakhir di era Jokowi, aktivis ICW menyinggung besarnya kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp 290 triliun

Baca Selengkapnya

Sepekan Jelang Lengser, Kegiatan Jokowi: Tanda Tangan 2 Keppres, ke Aceh dan Sumut sampai Jenguk Cucu

2 jam lalu

Sepekan Jelang Lengser, Kegiatan Jokowi: Tanda Tangan 2 Keppres, ke Aceh dan Sumut sampai Jenguk Cucu

Dalam sepekan terakhir sebelum lengser, Jokowi melakukan berbagai kegiatan mulai dari kunjungan ke Aceh dan Sumut, sampai menandatangani dua Keppres

Baca Selengkapnya

Muhadjir Yakin Prabowo Lanjutkan Program Kemenko PMK Era Jokowi

2 jam lalu

Muhadjir Yakin Prabowo Lanjutkan Program Kemenko PMK Era Jokowi

Muhadjir Effendy optimis pemerintahan Prabowo akan melanjutkan program Kemenk PMK era Jokowi.

Baca Selengkapnya

Ma'ruf Amin Tinggalkan Rumah Dinas Wapres, Pindah ke Cimanggis

4 jam lalu

Ma'ruf Amin Tinggalkan Rumah Dinas Wapres, Pindah ke Cimanggis

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan sudah tidak menempati rumah dinasnya yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil Kirimi Jokowi Surat Tolak Rancangan Perpres PKUB

5 jam lalu

Koalisi Masyarakat Sipil Kirimi Jokowi Surat Tolak Rancangan Perpres PKUB

Rancangan Perpres PKUB dianggap diskriminatif terhadap kelompok minoritas berbasis agama maupun kepercayaan,

Baca Selengkapnya

Aktivis Aksi Kamisan Tak akan Kirim Surat ke Presiden Lagi saat Prabowo Memimpin Indonesia

5 jam lalu

Aktivis Aksi Kamisan Tak akan Kirim Surat ke Presiden Lagi saat Prabowo Memimpin Indonesia

"Tidak masuk akal kami mengirim surat kepada presiden, jika pelaku pelanggaran HAM adalah presiden itu sendiri" kata aktivis Aksi Kamisan, Asfinawati

Baca Selengkapnya