Sidang Pembelaan Tol MBZ, Terdakwa Berharap Bebas
Jumat, 19 Juli 2024 21:00 WIB
INFO NASIONAL - Sidang kasus dugaan korupsi Tol MBZ kembali digelar dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan dari empat terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Kamis, 18 Juli 2024. Dalam sidang itu, terdakwa bekas Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang sebaik-baiknya bagi dirinya maupun keluarga.
"Putusan terbaik untuk saya dan keluarga tentunya adalah membebaskan saya dari tuntutan dan pengenaan denda yang diajukan oleh jaksa penuntut umum," ujarnya.
Di usianya yang menginjak 65 tahun dan sebagai seorang pensiunan, dirinya ingin berkontribusi dan beribadah melalui kompetensi dan profesionalisme yang dimilikinya. "Saya masih memiliki anak yang membutuhkan biaya untuk sekolahnya," ujar Djoko.
Djoko mengatakan, selama 36 tahun dirinya bekerja di lingkungan Jasa Marga tidak pernah melakukan pelanggaran apapun. Namun, dalam kasus yang menjeratnya, Djoko menegaskan dakwaan tersebut karena adanya ketidakcermatan dan penggunaan data yang kurang tepat.
“Saya juga tidak berpikir dan bertindak sendiri saat pelaksanaan pembangunan Tol MBZ. Baik dari internal PT JJC maupun stakeholder lain, eksternal dan otorisator pemerintah ikut membantu, memantau, mengawasi, memberi masukan serta rekomendasi sehingga proyek ini selesai dan sudah digunakan oleh sedikitnya ratusan ribu pengguna setiap bulannya,” kata dia.
Djoko juga mengaku tidak membaca adanya tulisan “Bukaka” pada salah satu dokumen pelelangan (dokumen spesifikasi khusus), yang secara etika pelelangan dianggap suatu pelanggaran. Meski pada proses pelelangannya tidak terdapat insiden mengenai penulisan tersebut.
"Sebagai manusia biasa, saya mohon maaf dan menyesal atas hal tersebut. Dari ratusan halaman dokumen pelelangan saya tidak membacanya. Namun saya tidak pernah memerintahkan atau mempengaruhi kepada siapapun anggota panitia untuk melakukannya," ujar Djoko.
Menurut dia, tidak dapat dibuktikan tuntutan mengenai dugaan persekongkolan dalam mengurangi volume mutu konstruksi, yang membuat Tol MBZ tidak aman dan nyaman, sehingga terdapat larangan kendaraan golongan II sampai dengan golongan IV tidak boleh melewati, karena memang tidak terjadi persekongkolan tersebut di antara terdakwa.
Djoko menegaskan, kenyataannya Tol MBZ saat ini telah mengantongi beberapa sertifikasi dalam rangka penilaian kelaikan mutu dan keamanan infrastruktur di tanah air. "Alhamdulillah, Tol MBZ telah dioperasikan, sudah digunakan dan sangat membantu masyarakat di dalam melancarkan lalu lintas di koridor Jakarta-Cikampek yang tadinya selalu menghadapi kemacetan atau kepadatan yang tinggi, setiap waktu sebelum adanya jalan layang ini," kata dia.
Penasihat hukum Djoko, Adi Supriyadi mengatakan, sesuai dengan fakta persidangan yang ada, seperti persekongkolan semua terbantahkan dalam persidangan. "Tidak ada persekongkolan, tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh DD. Bilapun ada perubahan seperti bahan baku itu bukan wewenang DD," ujarnya.
Karena itu, dalam rangka keadilan dan kepentingan hukum terdakwa DD harus dibebaskan dari segala tuduhan serta nama baiknya dipulihkan. Apalagi, terdakwa DD selama berkarir 36 tahun di Jasa Marga tidak pernah melakukan tindakan pidana.
Pada persidangan ini terdakwa juga telah menunjukan sikap kooperatif dan berkelakuan baik. "Jadi tidak ada undang-undang yang dilanggar, dan jika dipaksakan (melanggar UU), dari aspek kemanfaatan nyatanya jalan tol itu sudah ada dan sudah digunakan secara nasional, sehingga tidak ada alasan memenjarakan beliau (DD)," kata Adi.
Adapun, terdakwa Ketua Panitia Lelang PT JJC, Yudhi Mahyudin (YM) memohon dan berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan untuk membebaskan dirinya dari segala tuduhan. Apalagi, saat ini, Yudhi sedang menderita sakit berkepanjangan, di antaranya kerusakan fungsi ginjal akut yang saat ini hanya berfungsi 23 persen, diabetes lebih dari 15 tahun, serta beberapa kondisi dan penyakit lain yang memerlukan perawatan dan pengobatan secara rutin dari dokter spesialis.
Yudhi juga berharap dibebaskan dari denda sebesar Rp1 miliar yang tidak pernah dibayangkan. “Saya tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan rekening saya saat ini yang diblokir sebanyak 3 rekening dananya pun diperkirakan tidak lebih dari 10 (sepuluh) juta rupiah saja dan satu-satunya penghasilan saya saat ini hanya dari uang pensiun saja," ujar Yudhi saat membacakan pledoi.
Faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan majelis hakim untuk membebaskan Yudhi dari tuduhan, yakni selama bekerja di Jasa Marga, Yudhi tidak pernah menerima sanksi dalam bentuk apapun dari perusahaan dan bahkan dirinya memperoleh penghargaan medali emas pada akhir masa kerjanya.
Dia juga memohon kepada majelis hakim dapat memutuskan bahwa dirinya tidak terbukti secara sah melakukan kesalahan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dan membebaskannya dari tuntutan. "Saya menyadari dan menyesali bahwa dalam menjalankan tugas kepanitian tersebut mungkin ada kekurangan dan ketidaktelitian saya, saya menjalankan tugas juga karena saya selaku karyawan Jasa Marga yang bertujuan untuk memberikan pengabdian kepada bangsa dan negara," kata Yudhi.(*)