Melirik Potensi Nias Selatan, "Surga" Bagi Para Peselancar
Kamis, 13 Juni 2024 20:16 WIB
INFO NASIONAL – Kabupaten Nias Selatan sudah sejak lama dikenal oleh para peselancar, khususnya para peselancar dari seluruh dunia. Wilayah ini menjadi “surga” bagi para peselancar, terutama karena memiliki ombak yang unik di Pantai Sorake.
“Ombak di Pantai Sorake itu ombak kanan, termasuk ombak yang bagus di dunia. Iconic backgroundnya adalah pohon kelapa di saat berselancar. Itu yang tidak ditemui di daerah dan negara lain,” kata Sekretaris Jenderal Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI) Tipi Jabrik saat ditemui Tempo, di Nias Selatan, dalam perhelatan WSL Nias Pro 2024 Kualifikasi Seri 5.000, 8 – 15 Juni 2024.
Keindahan ombak di Nias Selatan pun menjadi magnet bagi para peselancar dunia. “Siapa sih yang tahu Pantai Sorake? Orang Indonesia enggak tahu tapi dunia tahu. Kami yakin ombak ini tujuan destinasi wisata untuk membangun potensi wisata,” kata dia.
Adanya perhelatan WSL Nias Pro 2024 juga menjadi bukti bahwa Nias Selatan masih dilirik oleh para peselancar baik dari dalam dan luar negeri. “Itu sudah pasti karena di dunia surfer itu selalu cari daerah baru selain Bali. Tetapi memang loyalitas orang terhadap sebuah ombak tinggi banget. Tiap tahun akan datang terus untuk ombak. Ini bukan gaya hidup tetapi sudah menjadi bagian hidup mereka. Mereka bisa enam bulan bekerja kemudian setelah itu datang ke Pantai Sorake.”
Tipi berharap ajang WSL Nias Pro dapat konsisten dilaksanakan, siapapun pemimpinnya. Ajang yang sudah diselenggarakan sejak tahun 2018 ini kurang lebih mendatangkan 300 orang dari seluruh dunia. “Orang dari luar negeri ini pembuka next adventure dengan mindset yang aman dan nyaman. Kami bilang mereka adalah pahlawan pariwisata untuk Indonesia. Oleh karena itu, ajang seperti ini masih membutuhkan dukungan baik dari pemerintah pusat dan daerah. Karena jika tidak maka akan hancur dan sulit untuk mendatangkan orang lagi.”
Potensi surfing, kata Tipi, sangat luar biasa. Diperlukan kolaborasi antar kabupaten di Kepulauan Nias. Semua kabupaten di kepulauan ini terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Buktinya, kompetisi surfing juga akan melebar di kabupaten-kabupaten lainnya di Nias.
Tipi pun berharap, pemerintah pusat segera menangkap potensi ini dengan serius. “Karena potensi ini seperti kayak orang sudah tahu ada tambang emas tetapi dibiarkan saja. Biarin diambil orang. Sedih saya melihatnya.”
Dia pun mencontohkan negara El Savador yang presidennya menangkap potensi negaranya di bidang pariwisata selancar. Berkat kepedulian presidennya, El Savador membuat destinasi surfing benar-benar menjadi tujuan utama surfer dunia. Sementara Indonesia, banyak pemangku kebijakan yang tidak mengerti pentingnya surfing baik untuk pariwisata maupun olahraga.
Padahal, Indonesia diberi Sang Pencipta “Surga” ombak yang berlimpah di Lhokseumawe, Mentawai, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tengara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Halmahera.
Surfing, kata Tipi, merupakan potensi yang besar namun kurang dilirik. Padahal Tipi menjelaskan, para surfer itu konsumtif. Setidaknya mereka akan menginap minimal enam hari, ketika menginap mereka pun akan mengeluarkan uangnya untuk makan.
“Mentreat surfer itu mudah, tidak usah membuat diskotik karena surfer di malam hari akan lelah dan memilih tidur. Yang dibutuhkan surfer adalah mempermudah akses transportasi mereka,” kata dia yang menyinggung salah satu maskapai membuat kebijakan yang memberatkan para surfer dengan mengenakan biaya charge papan selancar sebanyak Rp1 juta. Berpotensi menghambat keberlanjutan jalannya pariwisata.
Pemerintah, kata Staf Ahli Bidang Sosial Kementerian Hukum dan HAM Kosmas Harefa, terus melakukan upaya dan langkah strategis termasuk mendorong wisatawan masuk ke Indonesia. Adanya ajang WSL Nias Pro 2024 menurutnya membuat investasi pemerintah dapat menjadi seimbang dengan adanya event. “Ini dapat membangkitkan industri pariwisata yang lain. Bangkitnya amenitas penginapan. Semoga banyak investor tertarik untuk investasi,” katanya.
Keluhan konektivitas angkutan udara bagi para peselancar, kata dia, menjadi persoalan nasional. Diakuinya, untuk mengembangkan surfing menjadi destinasi wisata menghadapi beberapa kendala di sisi domestik. “Kita koordinasi yang baik pelan-pelan, sedang cari solusi ke depan,” katanya.
Tak hanya Pariwisata
Site Manager PT Sago Indonesia Lestari Adhi Sulistyo mengatakan, Kabupaten Nias Selatan memang memiliki potensi besar bagi para investor di sektor pariwisata, terutama dengan adanya surfing dan desa wisata, namun, kabupaten ini juga memiliki potensi di sektor perkebunan. PT Sago Indonesia Lestari, produsen Sago Mee, melihat peluang itu.
“Kami melihat Nias masih merupakan daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Di sini tidak ada pabrik, peluang kerja sedikit, sehingga membuat banyak orang merantau,” kata Adhi. Padahal, lanjut dia, Nias khususnya Nias Selatan, masih banyak penghijauan, airnya bagus.
Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki pabrik tapioka dan sagu di Bangka dan Palembang, serta pabrik khusus mesin di Lampung itu memilih berinvestasi membangun pabrik tapioka di Nias Selatan. Adhi pun bersyukur, karena dari sisi perizinan yang diberikan Pemerintah Kabupaten Nias Selatan tidak dipersulit. Untuk membebaskan lahan dengan target 50 hektare pun tidak mengalami kendala yang banyak. Saat ini, pihaknya telah membebaskan lahan setengah dari target di Kecamatan Amandraya, khususnya di Desa Hilimbulawa, Tuhemberua, dan Sinar Inoo.
“Perizinan InsyaAllah minggu depan keluar, kita langsung membuat sertifikat. Setelah itu kita lakukan cut and fill. Lahannya sudah kita buat untuk lokasi jalan, infrastruktur sudah kita siapkan semua,” kata Adhi yang sudah sejak 2023 tinggal di Nias Selatan.
Penggemar Dua Lipa ini pun memastikan untuk pembangunan pabrik tapioka ini akan memperhatikan reboisasi dan juga tanggungjawab sosial. Mereka juga akan melibatkan masyarakat terutama untuk menanam ketela atau singkong di lahannya masing-masing. “Karena pabrik kita sanggup produksi 100 ton per hari, tetapi untuk di sini akan dilakukan bertahap,” katanya.
Dia pun berharap, setelah dilakukan pembebasan dan pembersihan lahan di tahun 2024, tahun depan pembangunan pabrik sudah dimulai. “Saya berharap, perusahaan ini dapat menjadi pelopor di Nias Selatan bagi adanya investor lain di luar produk tapioka.”
Bupati Nias Selatan Hilarius Duha mengatakan, adanya investasi yang masuk tergantung masyarakatnya dapat menerima atau tidak. “Tergantung kita mengelolanya, dengan investor yang mulai masuk artinya masyarakat Nias Selatan mulai dipercaya,” ujar dia.
Selain potensi berinvestasi di pariwisata, Bupati Hilarius memastikan investasi di sektor perkebunan juga menjanjikan. “Lahannya luas, di sini curah hujannya 2/3. Untuk perkebunan bagus, hijau-hijau lagi karena curah hujannya tinggi.”
Dia mengingat, Nias Selatan sempat sukses mengembangkan jagung untuk pakan ternak, hanya saja upaya yang sudah sempat menuai keberhasilan itu harus pupus ketika Pandemi Covid-19 melanda. Saat ini, Perkebunan jagung pun sedang dikembangkan kembali.
Selain itu, sektor perikanan menurutnya sangat berpotensi di daerah yang telah dipimpinnya selama dua periode itu. “Sesungguhnya di sini memiliki potensi benih lobster yang bagus, tetapi sayang sejak Pak Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap, entah kenapa penjualan lobster menjadi sulit,” katanya.
Padahal, wilayah Nias Selatan dahulu kerap didatangani kapal asing yang ingin mencuri di perairan mereka. “Mengapa sampai ke sini, itu artinya wilayah ini memiliki ikan yang bagus dan kualitas impor.” Apalagi, lanjut Bupati, terdapat wilayah yang dikelilingi bakau sehingga di tempat itu lah ragam biota laut berkualitas berada.
Bupati Hilarius memastikan selalu mempermudah perizinan bagi para investor. Adapun jika investor mengalami kesulitan umumnya terkait birokrasi ataupun aturan dari pemerintah pusat. Dia pun berharap potensi-potensi yang sudah ada di Nias Selatan dapat terus digarap sehingga wilayah ini tak hanya menjadi “surga” bagi para peselancar tetapi juga bagi penduduk yang tinggal di dalamnya. (*)