Konsesi Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Siapa saja yang Menolak dan Menerima?
Reporter
Myesha Fatina Rachman
Editor
Hisyam Luthfiana
Selasa, 11 Juni 2024 13:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah memberikan izin tambang kepada ormas keagamaan menuai beragam reaksi. Ada yang menolak, ada juga yang menerima. Sejumlah ormas ada yang menerima, ada juga yang sedang mempersiapkan diri untuk menerima hal tersebut. Organisasi Persatuan Islam (Persis) misalnya, dilansir dari CNN, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis, Atip Latipulhayat menyatakan bahwa Persis menyambut baik langkah pemerintah. Ia pun menyatakan Persis membentuk badan usaha jika diberi izin pengelolaan tambang oleh pemerintah.
Selain Persis, sejumlah organisasi keagamaan telah menyetujui rencana tersebut. Berikut ini adalah beberapa ormas keagamaan di Indonesia yang menyetujui izin tambang dari pemerintah.
1. Nahdlatul Ulama
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau (PBNU) Yahya Cholil Staquf membeberkan alasan organisasinya menerima pemberian izin tambang dari Presiden Joko Widodo. Alasan utama Gus Yahya –sapaan Yahya Cholil Staquf— karena PBNU membutuhkan dana untuk membiayai operasional berbagai program dan infrastruktur Nahdlatul Ulama.
"Pertama-tama saya katakan, NU ini butuh, apapun yang halal, yang bisa menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi," kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.
Pemberian izin konsesi tambang kepada PBNU ini berawal dari janji Presiden Jokowi saat muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021. Saat itu, Jokowi berjanji akan membagikan IUP, baik tambang batu bara, nikel, maupun tembaga kepada NU.
2. Mathla'ul Anwar
Pengurus Besar Mathla'ul Anwar, organisasi keagamaan yang menjadi bagian dari Nahdlatul Ulama mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan izin usaha tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Hal itu disampaikan Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar, Embay Mulya.
"Mathla'ul Anwar siap mendukung dan proaktif melaksanakan kebijakan ekonomi berkeadilan di tengah masyarakat Indonesia, terutama membantu pendidikan, dakwah, dan sosial," kata Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar Embay Mulya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 8 Juni 2024.
Di sisi lain, sejumlah ormas keagamaan menolak wewenang mengelola tambang dari pemerintah. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah menilai pemberian WIUPK untuk ormas keagamaan melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Undang-undang itu mengatur tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).
“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah yang dikutip pada Ahad, 9 Juni 2024.
Trisno menuturkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur kedudukan peraturan presiden dua level di bawah undang-undang. Karena itu, kata dia, peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan norma yang terdapat dalam undang-undang.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Peraturan ini memungkinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk terlibat dalam pengelolaan lahan tambang di Indonesia. PP tersebut diresmikan dan diundangkan pada 30 Mei 2024. Aturan baru itu menyertakan pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," tulis Pasal 83A (1) PP 25/2024, dikutip Jumat, 31 Mei 2024.
Dalam Pasal 83A PP 25/2024 disebutkan regulasi baru itu mengizinkan ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama atau NU dan Muhammadiyah mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
MYESHA FATINA RACHMAN I AISYAH AMIRA WAKANG I SAPTO YUNUS I DEVY ARNIS
Pilihan Editor: Gereja HKBP Tolak Ambil Konsesi Izin Tambang untuk Ormas