Ramai-ramai Kritik Kebijakan Pemerintahan Jokowi soal Iuran Tapera
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 3 Juni 2024 09:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang tidak akan menunda aturan mengenai iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat kritik luas dari sejumlah kalangan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani sebelumnya mengatakan, Program Tapera terbaru semakin menambah beban, baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja, di tengah adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Shinta menjelaskan, saat ini beban yang ditanggung pemberi kerja untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja.
Program Tapera terbaru dianggap semakin menambah beban baru di tengah adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
“Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri," kata Shinta melalui keterangan resmi, Selasa, 28 Mei 2024.
Kritik berikutnya datang dari Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md dan Partai Buruh.
Mahfud Md: Hitungan matematisnya tidak masuk akal
Mahfud Md meminta pemerintah mempertimbangkan suara publik terkait Tapera. Ia menyebut, jika tidak ada kebijakan jaminan akan mendapat rumah dari pemerintah bagi peserta, maka hitungan matematisnya tidak masuk akal.
“Misalnya, orang yang mendapat gaji Rp5 juta per bulan kalau menabung selama 30 tahun dengan potongan sekitar 3 persen per bulan hanya akan sekitar Rp100 juta. Untuk sekarang pun Rp100 juta tak akan dapat rumah, apalagi 30 tahun yang akan datang, ditambah bunganya sekali pun.” kata Mahfud dalam cuitan melalui akun X @mohmahfudmd pada Kamis, 30 Mei 2024.
Lebih lanjut, Mahfud bahkan mengatakan, bagi orang yang gajinya di atas Rp10 juta pun akan sulit dapat rumah karena dalam 30 tahun hanya akan mengumpulkan sekitar Rp225 juta.
Menurutnya, ada pun orang dengan gaji Rp15 juta lebih baik dibiarkan untuk mengambil Kredit Perumahan (KPR) sendiri ke bank-bank Pemerintah sejak sekarang.
“Mungkin jatuhnya malah lebih murah daripada menabung 3 persen/bulan. Apa ada kebijakan yg menjamin para penabung betul-betul dapat rumah? Penjelasan tentang ini yang ditunggu publik,” katanya.
“Tentu kita paham, potongan tabungan 3 persen utk Tapera itu ada bunganya, tapi akumulasi bunga itu sepertinya tak akan punya arti signifikan bagi keseluruhannya untuk membeli sebuah rumah kelak. Terlebih bagi mereka yang harus berhenti kerja tak sampai 30 tahun, misal, karena pensiun atau sebab lain,” tulis Mahfud.
<!--more-->
Partai Buruh bakal gugat UU Tapera ke MK
Kritik teranyar datang dari Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Said mengungkap ada enam poin alasan menolak iuran Tapera. Pertama, Tapera tidak memberikan kepastian pekerja untuk memiliki rumah. Kedua, Pemerintah juga lepas tanggung jawab dengan tidak menyisihkan anggaran untuk Tapera.
Ketiga, Tapera dianggap membebani biaya hidup di tengah daya beli buruh yang diklaim turun 30 persen (tiga puluh) persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja. Keempat, kebijakan Tapera rawan penyelewengan sebab tak ada preseden kebijakan sosial tersebut – dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah.
Kelima, tabungan ini sifatnya memaksa. Keenam ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana Tapera, apalagi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sangat tinggi.
Tak hanya mengkritik. Said juga menyatakan bakal menggugat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2016 mengenai Tapera ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dalam waktu dekat akan mengajukan judicial review UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi dan judicial review PP Tapera ke Mahkamah Agung," kata Said Iqbal dikutip dari keterangan tertulis Ahad, 2 Juni 2023.
Mereka juga akan menggelar aksi di depan Istana negara pada 6 Juni 2024. Said menilai Tapera membebani biaya hidup buruh hingga rawan dikorupsi.
“Kami mendesak pemerintah untuk mencabut peraturan Tapera,” kata Said.
Pemerintah tak bakal tunda Tapera
Ketika dihubungi pada Sabtu, 1 Juni 2024, Istana Kepresidenan merujuk pada keterangan yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
KSP Moeldoko pada Jumat, 31 Mei 2024 di kompleks Istana Jakarta mengatakan, polemik yang muncul di masyarakat mengenai Tapera, karena pemerintah kurang mensosialisasikannya.
“Kesimpulan saya bahwa Tapera ini tidak akan ditunda, wong memang belum dijalankan. Sejak ada perubahan Bapertarum ke Tapera, ada kekosongan dari 2020 ke 2024. Tidak ada sama sekali iuran, karena memang Tapera belum berjalan,” kata Moeldoko.
KSP mengatakan, Tapera ini tidak akan dimasukan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apalagi untuk mengakomodasi program-program presiden terpilih Prabowo Subianto, seperti makan siang gratis.
Moeldoko mengatakan, iuran Tapera untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan berjalan setelah ada peraturan menteri dari Kementerian Keuangan. Namun untuk pekerja swasta setelah ada peraturan dari menteri ketenagakerjaan.
Jokowi memberlakukan iuran wajib Tapera bagi pegawai swasta melalui penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 pada 20 Mei 2024.
Isi PP Tapera yang diteken Jokowi membuat gaji pekerja baik PNS maupun swasta, bakal dipotong 3 persen untuk simpanan Tapera mulai Mei 2027.
HATTA MUARABAGJA | DANIEL A. FAJRI | AISYAH AMIRA WAKANG | DEFARA DHANYA PARAMITA
Pilihan Editor: Partai Buruh Bakal Gugat UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi