Kemenag Solo Sebut Penggunaan Visa Ziarah untuk Ibadah Haji Modus Lama
Reporter
Desty Luthfiani
Editor
Amirullah
Sabtu, 1 Juni 2024 14:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Solo Hidayat Masykur buka suara soal 24 Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermasalah hukum di Arab Saudi karena visa palsu atau visa ziarah yang dipakai untuk ibadah haji.
Hidayat menilai aturan haji dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi pada tahun lalu sudah jelas wajib menggunakan visa haji. "Sebenarnya aturan haji sama saperti tahun lalu visa yang dikeluarkan Arab Saudi ada haji dan umroh," kata Hidayat kepada Tempo melalui pesan singkat pada Sabtu, 1 Juni 2024.
Menurutnya banyak oknum masyarakat menggunakan visa umroh. Mereka tidak pulang ke Tanah Air sampai waktu haji. "Dari dulu ada maka sampai ada jemaah haji tidak resmi terlantar setiap tahun," ujarnya. Aturan kemudian saat ini lebih diperketat lagi pemeriksaannya, hingga banyak yang tertangkap.
Pengetatan disebut karena ada perbaikan fasilitas di Muzdalifah (daerah terbuka antara Makkah dan Mina di Arab Saudi). Sehingga, harus dilakukan pengetatan. "Karena kalau dibiarkan akan membahayakan jemaah haji itu sendiri," ujarnya.
Hidayat menyebut Kemenag dari awal sudah mengingatkan agar menggunakan visa semestinya.
"Dari awal Kemenag sudah mengingatkan, setiap kali saya hadir di biro-biro umrah saya sampaikan jangan memberangkatkan jemaah haji kalau tidak resmi kuota, sebab itu sama saja menzalimi orang yang mungkin tidak tahu tapi keburu pengen haji," ujarnya.
Kejadian 24 WNI terlibat hukum membuat 2 orang calo dijadikan tersangka dan menjalani proses hukum di Arab Saudi. Sedangkan 22 calon jemaah dideportasi ke tanah air.
"Untuk jenis hukuman sudah jelas (ancaman) denda 10.000 rial dan tidak boleh masuk Arab Saudi selama 10 tahun," katanya.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum aibeibesia (PWNU dan BHI ) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha mengatakan 2 WNI yang ditetapkan sebagai tersangka laki-laki berusia 23 dan 32 tahun asal Banten serta Lampung. Serupa yang disampaikan Hidayat, WNI terancam terkena denda dan deportasi.
"Denda hingga 10.000 rial dan deportasi," kata Judha kepada Tempo melalui pesan singkat.
Judha mengatakan 2 tersangka menjalani proses pengadilan karena dugaan pemalsuan visa. Sementara, 22 calon jemaah sedang proses dipulangkan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI). "Mereka (calon jemaah) tidak dikenakan denda tapi langsung dideportasi," ucapnya.
Saat ini pihak KJRI tengah mengupayakan pembelian tiket pesawat untuk kepulangan 22 calon jemaah itu. "Sesuai prinsip perlindungan, biaya akan diupayakan dari pihak yang bertanggung jawab," tuturnya.
Judha memastikan secepatnya memulangkan jemaah tersebut. "Jika memungkinkan pada tanggal 1 Juni," ujarnya.
Pilihan editor: Ragam Reaksi terhadap Pansel KPK Pilihan Presiden Jokowi