Saran KPAI Usai Kemendikbudristek Cabut Rekomendasi Buku Sastra
Reporter
Aisyah Amira Wakang
Editor
Amirullah
Sabtu, 1 Juni 2024 08:41 WIB
![](https://statik.tempo.co/data/2024/04/16/id_1295077/1295077_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Indonesia merespons aduan dari masyarakat mengenai dugaan karya sastra yang bermuatan kekerasan. Rekomendasi buku berjudul “Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra” (2024) terbitan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang bakal masuk kurikulum itu dinilai tidak ramah anak.
KPAI bersama Kemendikbudristek segera mengadakan rapat di Kantor KPAI, Jumat, 31 Mei 2024. Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama, Aris Adi Leksono, menegaskan setiap anak berhak mendapatkan informasi yang bermanfaat dan mudah dipahami. Ia berujar anak wajib mendapatkan perlindungan, khususnya di bidang pendidikan.
Perlindungan itu bisa melalui sumber belajar yang ramah. “Tidak mengandung unsur kekerasan fisik, psikis, seksual, intoleransi, serta diskriminasi,” kata Aris melalui keterangan tertulis, Sabtu, 1 Juni 2024.
Kebijakan itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan telah diatur syarat isi buku. Bunyi syarat itu seperti, isi buku tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, tidak diskriminatif, tidak mengandung unsur pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian.
Selain harus memenuhi syarat di atas, rekomendasi buku sastra yang masuk kurikulum harus memperhatikan prinsip dasar perlindungan anak. Secara detail, prinsip itu seperti non diskriminasi, mementingkan kepentingan dan hak untuk hidup, serta perkembangan anak.
Bahkan harus memberi penghargaan terhadap pendapat anak. “Maka setiap proses kurasi, review, uji keterbacaan, serta uji publik harus melibatkan anak, sebagai pihak pengguna buku tersebut,” kata Aris.
Dalam forum yang sama, Aris bercerita bahwa Kepala Pusat Perbukuan, Supriyanto mengakui ada kesalahan pada beberapa konten buku tersebut. Meskipun, selama proses pemilihan buku dan penyusunan panduan, mereka telah melibatkan kurator dan reviewer yang memiliki kapasitas di bidang sastra.
Saat itu, Kemendikbud Ristek telah menyertakan buku panduan penggunaan rekomendasi buku sastra. Buku itu memuat panduan pengguna guru, pendampingan siswa, ringkasan isi 177 buku sastra, serta penolakan isi buku yang mengandung kekerasan.
Namun, kata Aris, Supriyanto tak menampik jika timnya belum memperhatikan perspektif perlindungan anak. Uji publik pun belum melibatkan anak, ahli psikologi, agamawan, dan perguruan tinggi dalam proses penyusunan dan penetapan rekomendasi buku sastra hingga masuk kurikulum.
KPAI pun memberikan beberapa rekomendasi guna memperbaiki penyusunan rekomendasi buku tersebut. Pertama, memastikan buku sastra yang direkomendasi masuk pada kurikulum tidak bermuatan SARA, kekerasan fisik/psikis, pornografi, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi.
Kedua, dalam proses pemilihan buku sastra dan perbaikan buku panduan pengguna harus memperhatikan prinsip dasar perlindungan anak, nondiskriminasi, mementingkan kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup atau kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta penghargaan terhadap pendapat anak.
Ketiga, dalam proses pemilihan buku sastra dan perbaikan buku panduan pengguna akan melibatkan psikolog anak, agamawan, pemerhati anak, pakar pendidikan, ahli sastra, guru, serta forum anak.
Pilihan editor: Ragam Reaksi terhadap Pansel KPK Pilihan Presiden Jokowi